FGD Fase 1 Terkait Sampah Plastik di Desa Bakalan

Air Pollution

Tim Penelitian NIHR Theme 2: Air Pollution and Plastic Combustion kembali melaksanakan Focus Group Discussion (FGD) terkait sampah plastik. Kalau sebelumnya diadakan di Balai Desa Krebet Senggrong, kali ini pada Kamis (13/06) Tim Penelitian NIHR melakukan FGD di Balai Desa Bakalan.

Tim Penelitian NIHR Theme 2 ini terdiri dari personil multidisplin, yaitu Sujarwoto, S.IP, M.Si, MPA Ph.D, Dr. Rizka Amalia, S.K.Pm., M.Si, Hilda Irawati, S.Stat., Serius Miliyani Dwi Putri, SKM, M.Ked. Trop., Tanjung Prameswari, S.Tr.P., Supyandi, dan saya.

FGD Fase 1 terkait sampah plastik dilaksanakan secara paralel di Desa Bakalan dan dimulai pada pukul 09.21 WIB. Paralel adalah sesuatu yang berjalan atau berlangsung bersamaan. Jadi, pada pelaksanaan FGD di Desa Bakalan itu ada dua tempat untuk mengadakan FGD yang berjalan dalam waktu yang sama.

FGD dengan kader kesehatan (laki-laki atau perempuan) di ruang Kasun, Balai Desa Bakalan

Untuk sesi pertama ada dua FGD. Di ruang  ruang Kepala Dusun (Kasun) yang ada di Balai Desa Bakalan digelar FGD dengan kader kesehatan (laki-laki atau perempuan) sebanyak 6 orang yang dimoderatori oleh Dr. Rizka Amalia dan dibantu oleh Tanjung Prameswari dan Supyandi.

Kemudian yang bertempat di Pendopo Sasana Manggala Praja Balai Desa Bakalan dilaksanakan FGD bersama wakil masyarakat terdampak polusi udara (pria) dan saya menjadi moderatornya, yang dibantu oleh Hilda Irawati dan Serius Miliyani.

Lalu, pada sesi kedua juga ada dua FGD. Di ruang Kasun, Dr. Rizka Amalia mengadakan FGD dengan wakil masyarakat terdampak polusi (wanita) sebanyak 6 orang dengan dibantu oleh Tanjung Prameswari dan Supyandi.

Terus yang bertempat di Pendopo Sasana Manggala Praja, Dr. Sujarwoto menggelar FGD bersama tokoh masyarakat terdampak polusi sebanyak 6 orang, yang dibantu oleh Hilda Irawati dan Serius Miliyani.

FGD bersama wakil masyarakat terdampak polusi udara (pria) di Pendopo Sasana Manggala Praja Balai Desa Bakalan

Dari 4 FGD tersebut terangkum gambaran pengelolaan sampah yang telah berjalan di Desa Bakalan, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang. Secara umum, pengelolaan sampah di Desa Bakalan sudah berjalan.

Pengelolaan sampah di sana termanifestasikan dalam 3 bentuk: membayar iuran, ditimbun/dibakar di halaman belakang rumah, dan di buang ke tempat lain. Yang membayar iuran umumnya yang berada di kawasan padat penduduk dengan lahan pekarangan yang terbatas, akan tetapi ada juga yang memiliki lahan masih luas ikut membayar iuran.

Kemudian bagi yang masih memiliki pekarangan yang luas, umumnya mereka menimbun sampah sayuran dan dedaunan dengan ditimbun dan limbah plastik rumah tangga dengan cara dibakar di halaman belakang tersebut.

Sedangkan, bagi warga yang kurang mampu dengan lahan sempit dan tak mampu iuran, umumnya memilih membuang di tempat lain, seperti di ladang tebu maupun sungai. Tapi ini jumlahnya tidak banyak, hanya beberapa orang saja.

FGD dengan wakil masyarakat terdampak polusi (wanita) di ruang Kasun, Balai Desa Bakalan

Pada FGD tersebut juga terdengar bahwa Bank Sampah yang dikelola oleh warga sejoli yang bermukim di Desa Bakalan. Mereka umumnya mengumpulkan sampah anorganik yang masih mempunyai nilai jual untuk didaur ulang di pabrik.

Kemudian Pemerintah Desa (Pemdes) Bakalan sebenarnya juga sudah memiliki road map untuk mendirikan TPS (Tempat Pembuangan Sampah Sementara). Pemdes telah menyiapkan lahan namun masih belum terdukung infrastruktur lainnya, seperti container, gerobak dan mobil pengangkut sampah yang memadai.

Dari FGD itu juga mengemuka masalah pembakaran daduk (daun tebu yang kering) di Desa Bakalan. Setiap antara bulan Juni hingga November adalah musim panen tebu. Panen tebu ini menggembirakan bagi pemilik lahan karena komoditas tebunya akan dijual dan mendatangkan uang, akan tetapi di sisi lain, daduknya akan dibakar agar supaya lahan tebu kembali bersih dan dicangkul kembali terus ditanami tebu lagi.

FGD bersama tokoh masyarakat terdampak polusi di Pendopo Sasana Manggala Praja Balai Desa Bakalan

Pembakaran daduk ini umumnya dilakukan sore maupun malam hari. Perlu diketahui, bahwa di Desa Bakalan ini, 60% lahannya berupa ladang tebu, 30% lahan sawah dan sisanya untuk palawija maupun yang lainnya.

“Dulu, waktu di Desa Bakalan masih ada pabrik pakan ternak, hampir tak ada pembakaran daduk,” kata sejumlah peserta FGD dengan wakil masyarakat terdampak polusi udara (pria). “Karena begitu panen, daun tebu yang belum mengering akan dikirim ke pabrik tersebut.”

FGD Fase 1 terkait sampah plastik di Desa Bakalan berakhir menjelang kumandang suara adzan bergema dari menara menjulang milik Masjid Jami’ Al Muhajirin yang berjarak sekitar 130 meter dari Balai Desa Bakalan tersebut. *** [140624]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Leave a Comment