Jumat (26/07) ini, dua Focus Group Discussion (FGD) diselenggarakan di dua tempat dalam wilayah kerja Puskesmas Pagak, yaitu di Ruang Tamu Lantai 2 Puskesmas Pagak dan di Balai Desa Tlogorejo yang berjarak sekitar 9 kilometer.
FGD yang diadakan di Ruang Pertemuan Puskesmas Pagak adalah FGD Fase 1 dengan bidan Pustu Tlogorejo Sulianik, A.Md.Keb., dan lima tenaga kesehatan (nakes) dari Puskesmas Pagak yang terdiri dari Lilis Mustafi’ah, A.Md.Kep., M. Fernanda K., A.Md.Kep., Tika Susanti, A.Md.Keb., Erra Puspyta, A.Md.Keb., dan drg. Salindri Pujiningrat.
FGD dengan bidan Pustu Tlogorejo dan nakes Puskesmas Pagak |
FGD di Puskesmas Pagak dimulai pada pukul 09.16 WIB di Ruang Tamu Lantai 2 karena ruang pertemuan yang telah digunakan sebanyak 2 kali FGD sedang dipakai untuk bimbingan teknis (bimtek).
Dalam FGD itu, diketahui bahwa pengelolaan sampah yang mengemuka adalah dengan berlangganan sebesar Rp 20 ribu sampah sudah diangkut secara periodik, dengan cara dibakar di halaman, dan ada juga yang ditimbun.
In-depth interview dengan bidan Pustu Tlogorejo |
Diriwayatkan olehnya, pembakaran gamping yang ditekuni selama 20 tahun berdampak kepada kedua anaknya yang menjadikan mengalami sesak napas, dan sampai sekarang bila menjumpai asap akan merasa sesak napas. Namun, sejak 7 tahun ini, pembakaran gamping sudah berhenti, dan lahannya didirikan bangunan untuk usaha yang lain oleh orangtuanya.
Sementara itu, bidan Pustu Tlogorejo yang kebetulan menjadi Koordinator ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) Puskesmas Pagak bercerita bahwa kasus pasien ISPA di empat desa yang menjadi wilayah kerja Puskesmas Pagak ada sekitar 50 orang, dan itu merata di empat desa, yaitu Gampingan, Sumberejo, Pagak, dan Tlogorejo.
Wawancara dengan kader kesehatan Desa Tlogorejo |
Puskesmas Pagak, menurut peserta FGD Nakes ini, sebenarnya sudah menyosialisasikan tentang bahaya dan dampak dari pembakaran sampah melalui Seksi Kesling (Kesehatan Lingkungan) Puskesmas Pagak, baik di masing-masing balai desa maupun melalui pertemuan Posyandu. Namun terkadang, usai sosialisasi menguap begitu saja karena peserta sosialisasi tidak menularkannya.
Lalu, moderator dalam memantik terkait pendapat tentang solusi pembakaran sampah plastik, muncul tiga isu solusi dari peserta, yang disadur dari tulisan peserta dalam kertas plano yang dibagikan. Ada tiga solusi yang mengemuka, yakni 1. Membawa kantong belanja; 2. Daur ulang (pengepul, bank sampah); dan 3. Kerja sama dengan Pemerintah.
FGD dengan tokoh masyarakat di Balai Desa Tlogorejo |
Kemudian di Balai Desa Tlogorejo, ada empat FGD: kader kesehatan; wakil masyarakat terdampak polusi udara (laki-laki); wakil masyarakat terdampak polusi udara (perempuan); dan tokoh masyarakat terdampak polusi udara.
FGD dengan kader kesehatan di Balai Desa Tlogorejo |
Lalu, FGD wakil masyarakat terdampak polusi udara (perempuan) dilakukan oleh Desta Prasanthi Anggraini, S.P., M.P., dan FGD tokoh masyarakat terdampak polusi udara dilakukan oleh Dr. Rizka Amalia, S.K.Pm., M.Si., dan Dea Aginta Karina Br Tarigan, S.AP.
Kedua Tim Penelitian NIHR yang bertugas di Puskesmas Pagak dan Balai Desa Tlogorejo berjumpa lagi di Puskesmas Pagak ba’da Jumatan, dan kemudian balik ke Kampus Universitas Brawijaya (UB) di Malang, dan fasilitator NIHR kembali ke Sekretariat SMARThealth di Dilem, Kepanjen. *** [260724]
Oleh: Budiarto Eko KusumoEditor: Budiarto Eko Kusumo