Pertemuan Singkat Yang Akan Selalu Diingat

“Singkatnya pertemuan belum tentu dan tak selalu menghasilkan singkatnya kenangan.” – Mario Teguh


Pertemuan singkat dapat meninggalkan kesan yang mendalam, terutama jika diisi dengan pertukaran informasi yang bermakna atau koneksi yang tak terduga. Terkadang, beberapa saat percakapan yang tulus atau tawa bersama dapat menciptakan pengalaman yang tak terlupakan.
Diundangnya enam orang kader dalam Indonesia in-Country Meeting (ICM) pada hari kedua (Selasa, 01/10) pada sesi CEI (Community Engagement and Involvement) di Keraton Ballroom, Hotel Tugu Malang, memberikan kesan tersendiri. Mereka diberi kesempatan bertestimoni menurut bahasa mereka sendiri dihadapan peserta ICM.
Mereka merasa haru, bangga, dan bahagia. Betapa tidak! Mereka yang merasa dari desa dan bekerja secara sukarela itu, tiba-tiba ada yang “mendengarkan suaranya.” Tidak dibayangkan sebelumnya tapi itu nyata, dan mereka pun berkesempatan juga bersua dengan orang dari luar negeri.

Peserta ICM dari Australia dan India berpose bersama kader Desa Bakalan, Krebet Senggrong, dan Krebet di Balai Desa Bakalan, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang


Senangnya tak berhenti di sini. Selang dua hari, mereka mendapat kabar akan adanya kunjungan lapangan (field visit) dari peserta ICM yang dari luar negeri. Kunjungan paginya diagendakan melihat proses kegiatan photovoice tahap 2 yang berlangsung di Pendopo Balai Desa Tlogorejo.
Kemudian setelah itu, mereka melanjutkan perjalanan untuk menjumpai kader-kader dari tiga desa – Bakalan, Krebet Senggrong, Krebet – yang ada di Kecamatan Bululawang. Sedianya sebelum Jumatan sudah tiba di lokasi pertemuan yang dipilih, yaitu Balai Desa Bakalan.
Prediksi waktunya ternyata sedikit meleset. Mengingat di Desa Tlogorejo, mereka juga ingin berkeliling melihat suasana pedesaan di sana. Terus kemudian perjalanan menuju Balai Desa Bakalan. Namun baru sampai Desa Sukorejo, Kecamatan Gondanglegi, suara adzan Jumatan telah terdengar berkumandang.
Akhirnya, mobil yang membawa rombongan berisi Dr. Laura Downey (Advanced Research Fellow in Imperial College London), Dr. Nushrat Khan (Research Fellow in Imperial College London), Dr. Sabhya Pritwani (Research Officer in The George Institute for Global Health, India), Maroof Khan (CEI in The George Institute for Global Health, India), Damar Waskitojati, S.Kom., M.Si (Wakil Direktur 2 Percik Salatiga dan Tim CEI NIHR), dan seorang fasilitator NIHR, berhenti di Masjid Baitul Mukhlisin. Maroof Khan, fasilitator NIHR, dan seorang sopir harus menunaikan salat Jumat terlebih dahulu.

Peserta mengobrol dengan kader dari tiga desa – Bakalan, Krebet Senggrong, Krebet – di Ruang Kasun, Balai Desa Bakalan


Selesai salah Jumat, rombongan langsung meluncur lagi ke Balai Desa Bakalan, dan tiba di sana sekitar pukul 12.20 WIB. Mereka disambut oleh tujuh orang kader dari tiga desa (Bakalan, Krebet Senggrong, Krebet), dan salah seorang anggota Tim CEI Christina Arief T. Mumpuni, S.H., M.I.K. yang telah datang duluan usai memandu photovoice tahap 2 di Desa Tlogorejo.
Lalu, rombongan dipersilakan masuk ke ruangan yang telah disediakan, yakni di Ruang Kasun. Di ruang itu, mereka melakukan pertemuan singkat dengan para kader yang telah menunggu lama. Pertemuannya tak sampai 10 menit karena Laura Downey pukul 14.00 WIB masih ada pertemuan di Hotel Tugu Malang.
Meski pertemuannya singkat, sesaat, namun akan selalu diingat para kader. Pertemuan singkat tersebut berkesan baginya. Baginya, dikunjungi oleh peserta ICM dari Australia dan India dianggap sebagai sebuah kebanggaan.
Diisi dengan diskusi inspiratif yang melahirkan momen kebersamaan. Momen-momen seperti ini, meskipun singkat, bisa meninggalkan dampak yang mendalam dan menjadi kenangan yang selalu diingat. Seperti kata seorang pembicara dan konsultan motivasi Indonesia, Mario Teguh, “Singkatnya pertemuan belum tentu dan tak selalu menghasilkan singkatnya kenangan.”

Suasana diskusi di Ruang Kasun yang penuh kekeluargaan

Pertemuan singkat tersebut seakan-akan selaras dengan penelitian Discrete Choice Experiment (DCE) di Kabupaten Malang. Thomas Gadsden et. al., dalam Understanding community health worker employment preferences in Malang district, Indonesia, using a discrete choice experiment (2022, BMJ Global Health 7), melaporkan bahwa dalam DCE ini, para kader di Kabupaten Malang, Indonesia menunjukkan preferensi yang kuat terhadap manfaat finansial bulanan yang kecil, pengakuan dalam bentuk laporan yang menunjukkan hasil kerja mereka, dan kontrak kerja dengan jumlah hari kerja tetap per bulan.
Para kader tidak berharap insentif yang lebih sebagai esensinya peran kader dengan motif altruistik yang mendorong kegiatan mereka. Pengertian altruistik di sini adalah perilaku yang dilakukan seseorang, semata-mata untuk kebahagiaan orang lain. Sifat dan perilaku ini diperkuat dengan keinginan serta tekad yang dimiliki seseorang dalam mencapai suatu tujuan mensejahterakan orang lain. Dalam bahasa kader, apa yang dilakukan semata-mata agar mendapat KMS (Kartu Menuju Surga).
Baginya bukan insentif berlebih yang diharap, melainkan para kader merasa senang bila dilibatkan dalam kegiatan dan mendapatkan sejumlah pelatihan. Intinya, para kader akan merasa senang bila diperhatikan!
Seperti kunjungan peserta ICM di Balai Desa Bakalan, dalam pertemuan singkat tapi memberikan kesan hangat, sehingga kenangan akan selalu diingat. Silaturahmi sebentar ini seolah-olah sebagai pengejawantahan perhatian terhadap kader. Mereka pun tersanjung! *** [181024]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo     |     Editor: Budiarto Eko Kusumo

Leave a Comment