Talkshealth Deteksi Dini PTM di Radio Kanjuruhan FM Kepanjen

Pagi ini, bakda subuh, atau tepatnya pukul 05.16 WIB mendapat kiriman WhatsApp berupa mini banner perihal Talkshealth Bersama Dinas Kesehatan Kabupaten Malang dengan tema “Deteksi Dini Penyakit Tidak Menular (PTM)” yang akan mengudara Kamis (01/07/2021) mulai pukul 09.00 sampai dengan pukul 10.00 WIB di Radio Kanjuruhan FM Kepanjen, Kabupaten Malang.

Melalui akun Facebook (FB), ternyata pihak Radio Kanjuruhan juga telah memberitahukan tentang acaranya sehari sebelumnya.

“Mitra Pendengar, besok kita akan ngobrol lagi seputar kesehatan. Masih bersama Dinkes Kabupaten Malang, kita akan membahas tema tentang Diteksi Dini Penyakit Tidak Menular. Kamis, 1 Juli 2021 mulai pukul 9 sampai 10 pagi hanya di 97.3 FM. stay tune 😎” demikian press release melalui FB tersebut.

Studio Radio Kanjuruhan FM Kepanjen, Kabupaten Malang

Acara dimulai pada pukul 09.12 WIB. Narasumbernya ada dua orang dari Seksi PTM dan Kesehatan Jiwa (Keswa) Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Malang, yaitu Gatot Sujono, S.St., M.Pd., dan Bastamil Anwar Aziz, S.Kep. Ns.

Sedangkan, sebagai host adalah Andra. Host dalam bahasa Inggris artinya tuan rumah, sehingga pada acara yang mendatangkan bintang tamu atau narasumber, pemandu acaranya disebut ‘host’, dan kebetulan orangnya ganteng.

Mengawali gelar wicara, host menyapa dengan ucapan selamat pagi kepada mitra pendengar dan narasumber. Kemudian diteruskan dengan mengenalkan kedua narasumber kepada mitra pendengar Radio Kanjuruhan FM.

“Sehat ya Pak?” sapa host.

“Alhamdulillah sehat”, jawab Gatot Sujono.

“Kalau dulu, orang tanya sehat itu basa-basi. Kalau sekarang serius” seloroh host.

Tayang bincang pagi ini bertemakan Deteksi Dini PTM. Tema ini diangkat mengingat banyak sekali penyakit yang tidak menular, diketahui oleh masyarakat ketika sudah dibilang parah. Jika sudah parah baru dikatakan sakit. Padahal hal itu bisa dideteksi dini.

Agar masyarakat paham, terlebih di masa pandemi ini, PTM turut mendukung keparahan dalam COVID-19, maka host memulai dengan pertanyaan “PTM itu seperti apa sih?”

Menurut Gatot Sujono, mengacu kepada Permenkes No. 64 Tahun 2015 di bidang kesehatan terjadi perubahan tindakan. Kalau dulu itu orang yang sudah sakit baru dilakukan pemeriksaan, tapi sejak ada Permenkes No. 64 Tahun 2015 perlu untuk melakukan deteksi dini PTM.

Diketahui bahwa PTM di Indonesia kian tahun selalu meningkat, dan memperlihatkan angka kematian yang tinggi, seperti stroke, jantung, hipertensi, diabetes mellitus serta gangguan saluran pernapasan. Celakanya, image masyarakat itu mengganggapnya sehat-sehat saja karena kebanyakan PTM tidak memperlihatkan gejala-gejalnya di awal. Sehingga, mereka pada umumnya tidak menyadari hal itu sehingga mereka malas untuk periksa.

Selain itu, faktor kegemukan juga bisa menjadi pemicu PTM. Kadang-kadang hal itu juga tidak disadari oleh masyarakat sedari awal. Kalau dulu, gemuk itu dikatakan makmur, namun sekarang gemuk itu sarana penyakit.

Gemuk bukan berarti lucu. Kalau pada masa kita masih kecil mungkin hal itu lucu, menggemaskan. Akan tetapi, kalau kita sudah dewasa, hal itu sudah tidak lucu lagi tetapi sudah harus waspada.

Perbincangan menjadi kian menarik. Host menyampaikan bahwa untuk masyarakat di negara maju mungkin sudah mengenal istilah check up dengan baik, lalu kalau untuk masyarakat kita, pemahaman hal itu bagaimana. Kata host, “pemahaman seperti itu seperti apa sih di Kabupaten Malang?”

Menjelaskan hal itu, Gatot Sujono mengatakan bahwa perlu pemahaman masyarakat agar sadar diri tentang kesehatan. Istilah check up barangkali sudah akrab bagi orang-orang kota dengan banyaknya fasilitas kesehatan dan adanya kemampuan finansial yang dimilikinya. Tidak begitu halnya dengan yang ada di desa, yang umumnya masayarakat menengah ke bawah.

Untuk masyarakat lapisan bawah yang berkemampuan finansial minim merasa kesulitan untuk mengurusi kebutuhan makannya, tentu tidak terpikirkan untuk melakukan periksa check up. Oleh karena itu, pemerintah mengenalkan program Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM).

Posbindu PTM merupakan peran serta masyarakat dalam melakukan kegiatan deteksi dini dan pemantauan faktor risiko PTM yang dilaksanakan secara terpadu, rutin, dan periodik.

“Lalu aktivitas Posbindu PTM itu seperti apa sih?” tanya host untuk mitra pendengarnya.

Narasumber Bastamil Anwar Aziz mengatakan bahwa untuk mengantisipasi lonjakan PTM dibentuklah Posbindu PTM. Di Posbindu itu terdapat 5 kader kesehatan yang melakukan pemeriksaan untuk kesehatan masyarakat, seperti pengukuran tinggi badan, berat badan, lingkar perut, cek gula darah dan kolesterol.

Targetnya usia 15 tahun sampai mau meninggal. Pemeriksaan ini untuk membantu masyarakat melakukan deteksi dini PTM. Jika tidak dideteksi dini, dikhawatirkan masyarakat nanti tahu-tahunya tidak ada keluhan langsung jatuh dan stroke. Akhirnya kalau tidak menimbulkan kecacatan, ya meninggal.

Diharapkan giat Posbindu PTM nanti mobile. Jadi satu desa itu mereka melakukan secara bergantian ke pos-pos atau RW lainnya. Nanti kita lihat perkembangannya seperti apa. Karena masyarakat sendiri terkadang susah untuk membangun kesadaran untuk melakukan periksa di Posbindu PTM. Mereka pada umumnya takut. Takut disangka macam-macam, terlebih di masa pandemi COVID-19 ini.

Posbindu PTM itu kegiatannya minimal dilakukan satu bulan satu kali, dan saat ini sedang mengarah seperti Posyandu yang bisa menggelar acara kegiatan di beberapa pos dalam bulan tersebut.

Lebih lanjut, Gatot menambahi apa yang telah disampaikan oleh Bastamil. Posbindu PTM lahir pada tahun 2015, akan tetapi pelaksanaannya baru mulai terlihat sekarang ini. Hal ini tak bisa dipungkiri bahwa Posbindu PTM itu perlu dukungan sarana dan prasarana yang tidak kecil penganggarannya serta melewati birokrasi yang cukup panjang.

Dulu masih ada anggapan Posbindu PTM itu miliknya Dinkes, tetapi sekarang sudah mulai digaungkan bahwa Posbindu itu milik masyarakat. Di sini ada dukungan dari masyarakat dan pemerintahan desa setempat. Kalau Dinkes sendiri yang jalan, jelas tidak mampu. Dukungan desa sangatlah diperlukan.

Selain itu, Dinkes juga sudah mengawali Posbindu Institusi. Harapannya nanti bisa berkembang di semua institusi yang ada di Kabupaten Malang, termasuk di lingkungan Radio Kanjuruhan FM ini.

Di Kabupaten Malang terdapat 461 Posbindu. Harapannya ke depan, setiap RT ada Posbindu, sehingga kadernya tidak perlu berkeliling dan masyarakat juga tidak terlalu jauh menjangkau layanan pemeriksaannya.

Lebih lanjut, host membicangkan masalah antusiasme masyarakat Kabupaten Malang yang datang ke Posbindu PTM itu seperti apa? Terlihat yang datang pada umumnya kaum Lansia. Yang datang itu pasti aware terhadap kesehatan.

Diakui oleh Bastamil, memang benar yang datang ke Posbindu PTM itu 80% adalah Lansia. Tuntutan usia yang menyebabkan mereka concern terhadap kesehatan. Sementara itu, kaum mudanya jarang sekali terlihat dalam giat Posbindu PTM. Padahal untuk melakukan deteksi dini itu merupakan hal yang sangat penting.

Ini yang menjadi pekerjaan berat Dinkes agar menumbuhkan minat kaum muda untuk melakukan deteksi dini dengan menghadiri kegiatan Posbindu PTM. Sampai kita berpikir bagaimana agar supaya kaum muda itu mempunyai prinsip sedia payung sebelum hujan. Jangan sampai setelah sakit baru mau periksa. Jadi, mumpung masih muda, mereka periksa.

Ibarat seperti mobil, meskipun tidak rusak kita harus servis setiap bulannya. Sama halnya dengan manusia, meskipun kita tidak ada rasa sakit  atau tidak ada keluhan, tetapi paling tidak kita harus melakukan cek kesehatan itu satu bulan satu kali secara berkala, agar supaya diketahui permasalahan sedari awal.

Terkait hal ini, host berusaha memberikan saran. Untuk anak muda jika dicampur dengan yang tua umumnya merasa enggan karena tidak bisa bounding. Sehingga perlu Posbindu PTM Milenial untuk anak-anak muda. 

Biasanya anak muda itu kalau datang yang dilihat pertama kali adalah tempatnya dulu. Pemahaman diri harus diberikan bahwa kesehatan itu harus dideteksi dini. Bukan berarti kalau sudah sakit baru ketahuan penyakitnya. Padahal deteksi dini adalah langkah preventif agar mencegah penyakit-penyakit yang akan datang.

Menurut Gatot, kita memang perlu pelan-pelan memberikan pengertian kepada kaum muda. Kendati kaum muda sendiri terkadang sudah pintar. Mereka bisa browsing tentang kesehatan melalui gawai smartphone yang dimiliki.

Namun demikian, Dinkes sendiri sebenarnya juga pernah melakukan event-event tertentu untuk menjaring kawula muda, seperti yang dilakukan sebelum adanya pademi pada saat Dinkes memperingati Hari Kesehatan Nasional di Stadion Kanjuruhan.

Di situ, Dinkes biasanya menggelar pemeriksaan deteksi dini PTM di tengah-tengah stand pameran yang lainnya, dan ternyata kunjungan anak muda signifikan.

Kemudian host membacakan pertanyaan dari mitra pendengar lewat WhatsApp (WA). Pesan WA itu datang dari Bu Yati, yang menanyakan tentang apa saja layanan yang ada di Posbindu PTM itu?

Pertanyaan ini kemudian dijawab oleh Bastamil. Prosedur kegiatan Posbindu ada alurnya. Pertama-tama dilakukan wawancara kepada masyarakat perihal riwayat kesehatan keluarga, riwayat kesehatan diri sendiri, faktor risiko PTM, dan faktor risiko fisik dengan menggunakan Form Skrining Kesehatan PTM di Posbindu.

Setelah itu, dilanjutkan dengan pengukuran tinggi badan, berat badan, dan lingkar perut. Lalu diteruskan dengan pengecekan gula darah maupun kolesterol.

Dari alur itu, jika ditemukan satu permasalahan pada tingkat yang tidak normal maka Tim Kesehatan akan memberikan konsultasi untuk ke depannya seperti apa.

Sedangkan, yang melakukan pemeriksaan tadi adalah kader kesehatan desa yang sudah pernah mendapatkan pelatihan dari Dinkes. Jadi paling tidak, masyarakat, Tim Kesehatan dan pihak desa sendiri itu mempunyai tanggung jawab untuk sehatnya masyarakat itu sendiri.

Kemudian host bertanya: “Dari situ berarti bisa diketahui penyakit yang menyertainya?”

Dalam hal ini, Gatot sambil memperlihatkan Kartu Menuju Sehat (KMS) yang digunakan untuk melakukan konsultasi kepada petugas kesehatan yang ada di Posbindu. Sedangkan untuk terapi lanjutan disarankan untuk berkunjung ke pos pelayanan terdekat, baik itu Ponkesdes maupun Puskesmas.

Jadi sebenarnya Posbindu itu di samping pengukuran-pengukuran tadi, juga akan ada layanan deteksi dini IVA maupun kanker payudara. Mengingat kanker payudara kian meningkat, jika tidak dilakukan deteksi dini, tahu-tahu sudah grade tinggi.

Kemudian untuk laki-laki yang merokok, juga ada pemeriksaan. Tapi berhubung Dinkes masih punya beberapa alat saja maka belum bisa terlaksana secara nyata. Diagendakan tahun 2024, semua layanan di Posbindu, sudah harus memiliki alat CO2 Analyzer yang berfungsi untuk mengetahui kadar CO2 dalam tubuh seseorang (paru-paru). Caranya dengan ditiup, setelah itu ditunggu beberapa saat akan terlihat kadarnya dalam bentuk warna hijau (sehat), kuning (waspada) atau merah (warning).

Selain itu, juga akan ada pemeriksaan mata, gangguan pendengaran, dan kecemasan. Masa pandemi ini banyak bermunculan kasus kecemasa yang disebabkan oleh ketidakpastian. Tes kecemasan di Posbindu PTM menggunakan SRQ 29. Ada 29 item yang harus diisi apakah orang tersebut mengalami kecemasan atau tidak. Seandainya teridentifikasi mengalami kecemasan, Tim Kesehatan akan memberikan bimbingan konseling untuk mengambil langkan dan solusi. Bagaimanapun sekian persen penyakit itu ditimbulkan oleh tingkat kecemasan.

Dalam satu tahun ini, host mengatakan bahwa kita mengalami masa pandemi. Kegiatan Posbindu PTM itu apakah ada perubahan atau seperti apa?

Menurut Bastamil, orang yang terpapar virus COVID-19 itu kebanyakan memiliki penyakit penyerta (komorbid). Komorbid yang disebabkan oleh PTM, mengantisipasinya melalui Posbindu PTM yang ada di desa-desa. 

Dalam menjalankan kegiatan Posbindu PTM itu diberlakukan protokol kesehatan yang ketat. Karena kalau Posbindu tidak dilaksanakan, nanti malah semuanya menjadi tidak terdeteksi.

Selain itu, pada saat ini Kabupaten Malang telah memiliki 10 Posbindu SMARThealth. Dalam Posbindu SMARThealth itu, kader kesehatan desa mendapatkan pelatihan yang intensif dari Dinkes dan dibekali satu tas berisi perangkat alat kesehatan untuk melakukan deteksi dini PTM.

Sehingga, kader SMARThealth memungkinkan melakukan skrining kepada masyarakat dengan mobile atau berpindah-pindah tempat serta bisa secara door to door ke rumah warga. Hasil skrining itu langsung diinput ke dalam aplikasi eKader yang akan bridging dengan ePuskesmas. Jadi ketika kader SMARThealth sedang melakukan skrining secara door to door, data yang diinput sudah bisa dilihat langsung oleh petugas kesehatan yang ada di Puskesmas melalui ePuskesmas.

Kemudian Gatot menambahkan apa yag telah dikemukakan oleh Bastamil. Inovasi SMARThealth itu awalnya dibantu oleh Universitas Brawijaya (UB) yang diprogramkan di Dinkes. Kader kesehatan yang terlatih itu akan mampu melakukan deteksi dini dengan bantuan aplikasi eKader tersebut dengan bantuan alogaritmanya dalam bentuk spidometer yang menunjukkan hasil pengukuran melalui jarum penunjuknya.

Jika jarum mengarah ke warna merah, maka seseorang berpotensi akan mengalami penyakit kardiovaskular. Selain itu, kader kesehatan juga akan mampu memberikan edukasi kepada masyarakat dengan bantuan aplikasi tersebut dengan muncul saran-saran yang harus dibacakan oleh kader SMARThealth kepada seseorang yang diukur kesehatannya.

Berhubung Kabupaten Malang itu wilayahnya cukup luas, maka program replikasi SMARThealth ini akan dilakukan secara bertahap. Targetnya pada tahun 2024, semua desa dan kelurahan yang ada di Kabupaten Malang telah menerapkan replikasi SMARThealth.

“Satu desa itu kadernya ada berapa?” tanya host lebih lanjut kepada narasumber dalam Talkshealth ini.

Bastamil pun berusaha menjelaskannya. Dalam Posbindu SMARThealth terdapat 5 kader kesehatan. Lima kader itu yang telah mendapatkan pelatihan dari Dinkes akan mempunyai bekal untuk memberikan wawasan kepada pasiennya. Kader adalah roadanya orang kesehatan mengingat mereka yang bisa terjun langsung secara intensif ke masyarakat. Bila kita tidak melatih kader SMARThealth dengan cakupan jumlah penduduk dan luasnya wilayah Kabupaten Malang dengan tenaga kesehatan yang dikatakan minim, kemungkinan besar program kesehatan di Kabupaten Malang akan sulit tercapai sasarannya.

“Lalu, harapannya seperti apa agar supaya masyarakat Kabupaten Malang menyadari bahwa deteksi dini PTM itu sangatlah penting”, tanya host kepada narasumber.

Kedua narasumber menjelaskan tentang CERDIK. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes) menghimbau seluruh masyarakat Indonesia untuk menerapkan perilaku CERDIK. CERDIK merupakan singkatan dari Cek kesehatan secara berkala, Enyahkan asap rokok, Rajin beraktivitas fisik, Diet yang sehat dan seimbang, Istirahat yang cukup dan Kelola stress.

Mengakhiri tayang bincang ini, host meresume apa yang telah dikemukakan oleh kedua narasumber tersebut. Dulu Indonesia memiliki tingkat harapan hidup yang tinggi, tetapi sekarang sepertinya sudah beralih ke negara lain. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat Kabupaten Malang untuk mengenali deteksi dini PTM. Pemerintah sudah menyediakan program Posbindu PTM. Jangan tunggu sakit baru periksa, bagaimanapun kesehatan itu perlu dijaga. Misalnya dengan berolahraga dan mengonsumsi makanan yang bernutrisi.

Ini ada makanan yang sangat berbahaya dikonsumsi, yaitu memakan omongan orang mentah-mentah. Sudah omongan orang mentah lagi, malah dimakan. Ini lebih berbahaya” seloroh host dengan sedikit joke yang menggelitik di tengah masa pademi COVID-19 di penghujung gelar wicara ini. *** [020721]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Leave a Comment