“Mills insisted that a sociologist’s proper subject was the intersection of biography and history.” – Todd Gitlin
Di hari kesebelas Puasa Ramadhan, atau tepatnya hari Selasa (11/03), Tim Sosiologi Universitas Brawijaya (UB) yang tergabung dalam penelitian NIHR Global Health Research Centre for Non-Communicable Diseases and Environmental Change (NIHR-GHRC NCDs & EC) UB berkeliling enumeration area (EA) di 3 desa di Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang (Sumberejo, Pagak, Tlogorejo) untuk melakukan pengenalan geografis guna mengenal karakteristik EA tersebut.
Tim yang didampingi oleh fasilitator NIHR itu dipandu oleh Dr. phil Anton Novenanto, S.Sos., M.A. yang diikuti oleh Andhika Krisnaloka, S.Sos., Ayu Aprilia Ningsih, S.Sos., Yuf Tarosur Rohmah, S.Sos., M.A., Benito Ahadiono, dan Fajar Alia Rizkianti.
Dengan mobil INNOVA warna putih, rombongan Tim Sosiologi UB berkeliling desa untuk orientasi lapangan, yang dimulai dari Tlogorejo, kemudian Pagak, dan terakhir Sumberejo. Jalurnya ditempuh sedemikian rupa, agar pulangnya ke Kampus UB mudah, tinggal meneruskan perjalanan dari Sumberejo.
Dalam setiap penelitian lapangan, pemahaman yang mendalam mengenai karakteristik EA atau lokasi penelitian adalah kunci untuk memperoleh data yang akurat dan representatif. Sebelum turun ke lapangan, peneliti perlu memetakan dengan cermat kondisi sosial, ekonomi, budaya, dan geografis yang akan menjadi fokus penelitian. Hal ini tidak hanya memudahkan proses pengumpulan data, tetapi juga mengurangi potensi kesalahan atau bias yang dapat muncul jika lokasi tersebut tidak dikenali dengan baik.

Kenapa hal ini begitu penting? Setiap lokasi memiliki dinamika yang unik. Misalnya, kawasan Desa Tlogorejo yang berada di bibir Waduk Karangkates, Desa Pagak yang memanjang dan berpenduduk jarang, dan Desa Sumberejo yang dibelah oleh Gunung Geger dengan hutannya yang rimbun, akan sangat berbeda. Karakteristik geografis seperti topografi dan aksesibilitas juga bisa mempengaruhi cara data dikumpulkan. Di sisi lain, aspek sosial dan budaya, seperti bahasa, adat, dan norma setempat, bisa sangat mempengaruhi cara peneliti berinteraksi dengan responden.
Dengan memahami karakteristik ini sebelum penelitian dimulai, peneliti bisa merancang metode dan alat pengumpulan data yang lebih efektif dan sesuai dengan konteks. Selain itu, ini juga membuka peluang untuk membangun hubungan yang lebih baik dengan masyarakat setempat, sehingga menciptakan suasana yang mendukung keterbukaan dalam memberikan informasi.
Terlebih bagi Tim Sosiologi UB, yang rencananya akan melakukan kajian etnografi dengan menerjunkan enumerator untuk stay di masing-masing desa itu selama 3 bulan. Pengenalan EA sebelum penelitian lapangan berlangsung sangatlah penting. Enumerator bukan pembaca kuesioner, tapi enumerator itu sesungguhnya adalah penjabar dari apa yang ingin dicari oleh para peneliti. Jadi, tidak hanya penguasaan materi kuesioner, tapi juga mampu mengembangkan teknik wawacancara dengan cara berinteraksi dengan masyarakat yang beragam untuk melihat kenyataan.
Mengamati realitas lokal, menurut Angelsen et. al. dalam Measuring Livelihoods and Environmental Dependence: Methods for Research and Fieldwork (2011: 21), sering kali memberi tahu Anda hal-hal yang tidak dapat diamati melalui sensus nasional atau data survei. Dengan demikian, penelitian lapangan menempatkan peneliti dalam kontak dengan situasi yang dapat membuka mata mereka dan memungkinkan mereka untuk memulai pemikiran baru. Penelitian lapangan dapat memberikan dasar empiris (dan, dalam beberapa kasus, satu-satunya dasar) untuk menantang kebijaksanaan konvensional atau untuk menguji pertanyaan penelitian, proposisi teoritis atau hipotesis yang terkait dengan isu yang mendesak.

Gagasan dasarnya adalah bahwa, hanya dengan membenamkan diri dalam kegiatan sehari-hari penduduk setempat dan berbicara dengan penduduk setempat di rumah dan ladang mereka, seseorang dapat berharap untuk memahami mereka.
Selaras dengan pandangan itu, sosiolog Amerika Todd Gitlin (1943-2022) pernah berujar “Mills insisted that a sociologist’s proper subject was the intersection of biography and history” (Mills menegaskan bahwa subjek yang tepat bagi seorang sosiolog adalah persimpangan antara biografi dan sejarah).

Kutipan dari Todd Gitlin mengacu pada gagasan sosiolog C. Wright Mills, yang menekankan pentingnya memahami bagaimana pengalaman pribadi (biografi) dan kekuatan sosial yang lebih luas (sejarah) saling bersinggungan dan membentuk satu sama lain.
Mills berpendapat bahwa sosiolog tidak hanya harus mempelajari struktur sosial berskala besar dan peristiwa sejarah, tetapi juga bagaimana kekuatan yang lebih besar ini memengaruhi kehidupan individu. Dengan meneliti pengalaman subjek dan konteks sejarah tempat seseorang tinggal, sosiolog dapat lebih memahami bagaimana masyarakat memengaruhi individu dan sebaliknya.
Oleh karena itu, Tim Sosiologi UB melakukan hal ini untuk pemahaman yang lebih baik tentang penelitian lapangan dan bagaimana menambah pengetahuan saat ini, serta membantu meningkatan pemahaman mengenai lingkungan dan kualitas kesehatan masyarakat.
Mengabaikan langkah ini dapat menyebabkan kesulitan di lapangan, hasil penelitian yang kurang representatif, atau bahkan kesalahan dalam interpretasi data. Oleh karena itu, mengenal EA sebelum memulai penelitian lapangan bukan hanya langkah awal yang penting, tetapi juga fondasi yang akan menentukan keberhasilan penelitian itu sendiri. *** [120325]