The making of stories ‘reveals things to us that we know but didn’t know we knew’ — Maurice Merleau-Ponty (1908 – 1961)

Pada Jumat, 28 Februari lalu, National Institute for Health Research (NIHR) Inggris sukses menyelenggarakan sebuah webinar yang mengupas topik menarik mengenai “Enhancing Community Engagement and Involvement through Storytelling.”
Webinar ini menjadi kesempatan untuk mendengar dari para peneliti dan anggota masyarakat yang mendukung NIHR dalam uji coba pendekatan penceritaan inovatif untuk menangkap dampak kontribusi anggota masyarakat dalam Penelitian Kesehatan Global NIHR.
Daftar panel dalam webinar melalui platform Zoom tersebut, ada Jessie Cunnett (Fasilitator Independen Better Decisions Together), Prof. Swaran Singh (Peneliti Utama TRANSFORM), Md. Ruhul Amin (Perwakilan Komunitas TRANSFORM), Prof. Lara Fairall (Peneliti Utama ENHANCE), Rosalind McCollum (Pemimpin dan Peneliti CEI REDRESS), Goodman Makanda (Perwakilan Komunitas ENHANCE), Kebeh Tengbeh (Perwakilan Komunitas REDRESS), dan Kebeh Watta Lavela (Pengawas Layanan Kesehatan Komunita MOH Liberia).
Acara ini berhasil menarik perhatian banyak peserta, dari berbagai kalangan, yang tertarik untuk memahami lebih dalam bagaimana storytelling atau bercerita dapat menjadi alat yang kuat dalam meningkatkan keterlibatan dan partisipasi komunitas.
Dengan pembicara yang berkompeten di bidangnya, webinar ini tidak hanya memberikan wawasan baru tentang pentingnya cerita dalam membangun hubungan yang lebih erat dengan komunitas, tetapi juga menyajikan contoh konkret bagaimana cerita bisa dijadikan sebagai jembatan untuk mendekatkan berbagai elemen masyarakat. Diskusi yang dinamis dan interaktif pun mengundang antusiasme para peserta yang ingin menerapkan teknik storytelling dalam upaya memperkuat keterlibatan komunitas mereka.
Cerita (story) dan penceritaan (storytelling) membantu kita memahami pikiran dan pengalaman kita, interaksi kita dengan lingkungan dan satu sama lain, untuk merumuskan keyakinan, identitas, dan nilai-nilai kita. Yang paling menyentuh, pembuatan cerita ‘mengungkapkan hal-hal kepada kita yang kita ketahui tetapi tidak tahu kita ketahui’, menurut filsuf fenomenologis Maurice Merleau-Ponty pada tahun 1964 (McCall et. al., 2019, BMJ Open, 9(12), e030597).
Kutipan Merleau-Ponty, “The making of stories ‘reveals things to us that we know but didn’t know we knew’”, berbicara tentang bagaimana mendongeng dapat membantu memunculkan pengetahuan yang tidak disadari atau tersembunyi ke permukaan.
Dalam konteks ini, cerita memungkinkan kita untuk mengeksplorasi dan mengartikulasikan kebenaran atau wawasan yang kita miliki jauh di dalam diri kita tetapi mungkin tidak langsung kita sadari.
Ketika kita bercerita, terkadang kita menemukan perspektif, emosi, atau pemahaman baru tentang diri kita sendiri dan dunia di sekitar kita. Seolah-olah mendongeng membantu mengungkap lapisan pengetahuan yang lebih dalam, yang ada tetapi tidak dikenali secara sadar sampai dituangkan ke dalam kata-kata atau narasi.
Dalam arti yang lebih luas, proses menciptakan atau terlibat dengan cerita (baik pribadi, budaya, atau fiksi) dapat memberi kita “wahyu” tentang kehidupan, keyakinan, atau pengalaman kita sendiri—hal-hal yang selalu ada tetapi belum sepenuhnya disadari atau dipahami sampai semuanya diungkapkan dalam suatu bentuk.
Storytelling, menurut McCall et. al. dalam Storytelling as a Research Tool Used to Explore Insights and as an Intervention in Public Health: A Systematic Narrative Review (2021, International Journal of Public Health, 66, 1604262), semakin banyak digunakan sebagai alat metodologis dalam penelitian, termasuk penelitian kesehatan dan ilmu sosial. Seperti halnya dalam NIHR Global Health Research Centre for Non-Communicable Diseases and Envrionmental Change (NIHR-GHRC NCDs & EC) ini.
Format storytelling bervariasi dan mencakup verbal, tertulis, “photovoice” (penggunaan foto sebagai petunjuk), atau, yang semakin meningkat, penceritaan digital (digital storytelling), yang menangkap pengalaman pribadi yang dialami melalui pembuatan film digital berdurasi 3–5 menit.
Hal ini seperti juga yang dipresentasikan Saumu Lwembe et. al. dalam webinar tersebut, yaitu “Meningkatkan Sintesis Bukti Melalui Bercerita.” Diakui oleh Lwembe et. al., metode sintesis bukti tradisional terbatas dalam wawasan yang bernuansa.
Sehingga, menurutnya, bercerita memperkuat sintesis bukti dengan mendasarkan sains pada konteks dunia nyata. Penelitian mendukung bahwa bercerita dapat secara signifikan meningkatkan penerapan bukti ke dalam kebijakan dan praktik kesehatan.
Cerita-cerita ini telah membentuk penelitian yang relevan dengan kebutuhan masyarakat setempat yang meningkatkan validitas, adopsi & penyebaran pengetahuan ilmiah.
Sebagai alat penelitian, storytelling menghasilkan informasi yang lebih bernuansa, kontekstual, dan reflektif secara budaya daripada beberapa metode penelitian kualitatif lainnya, misalnya wawancara, tetapi juga dapat digunakan sebagai intervensi untuk memfasilitasi perubahan dalam pengetahuan, sikap, dan perilaku/praktik masyarakat.
Acara webinar yang diadakan NIHR Inggris ini, membuka mata banyak pihak tentang potensi besar yang dimiliki oleh storytelling sebagai sarana untuk menciptakan perubahan sosial yang positif. Dari berbagi pengalaman langsung hingga strategi praktis, webinar ini menjadi platform penting bagi siapa saja yang ingin mengembangkan keterlibatan komunitas yang lebih inklusif dan efektif. *** [170325]