Berkeliling EA NIHR Bersama Sosiolog UB

“Man’s attitude toward nature is today critically important simply because we have now acquired a fateful power to alter and destroy nature. But man is a part of nature, and his war against nature is inevitably a war against himself.” — Rachel Louise Carson (1907-1964)

Selesai wawancara assessing vulnerabilities in health facilities in the context of climate change dengan Kepala Puskesmas Bululawang, fasilitator NIHR Global Health Research Centre for Non Communicable Diseases and Environmental Change (NIHR-GHRC NCDs & EC) diajak berkeliling sosiolog Universitas Brawijaya (UB) ke 6 desa yang menjadi enumeration area (EA) dalam penelitian NIHR-GHRC NCDs & EC, pada Selasa (14/01).
Sosiolog adalah seorang sarjana atau peneliti yang terlibat dalam studi ilmiah tentang hubungan sosial, lembaga sosial, dan masyarakat, dengan tujuan menghasilkan data dan analisis, mengidentifikasi permasalahan sosial (societal defects), dan menjelaskan fenomena sosial (Duneier, 2015: 996–1000). Sederhananya, sosiolog adalah orang yang menguasai sosiologi.

Berkeliling EA NIHR Bersama Sosiolog UB
Sosiolog UB di TPS Krapyak Jaya, Desa Krebet Senggrong, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang


Sedangkan, sosiologi dalam Lehrbuch der Soziologie (2007, Campus Verlag, p. 749) disebutkan sebagai disiplin ilmu yang mempelajari masyarakat manusia termasuk berbagai dimensi tindakan sosial dan organisasi hubungan sosial.
Sosiolog UB Dr. phil. Anton Novenanto, S.Sos., MA atau yang akrab dipanggil Nino, dengan didampingi 2 mahasiswanya – Andhika Krisnaloka dan Anisa Maharani – berkeliling EA NIHR untuk memetakan dan memahami karakteristik geografis dan sosial (ekologi sosial) di 6 desa.
Mengetahui karakteristik geografi dan sosial dalam analisis sosiologi lingkungan (environmental sociology) sangatlah penting. Manfaatnya, sosiolog akan mendapatkan pemahaman konteks lokal, analisis interaksi manusia dan lingkungan, pemecahan masalah lingkungan, perencanaan dan pembangunan berkelanjutan, dan mengenali ketimpangan sosial maupun ekologi.
Jadi, integrasi antara karateristik geografi dan sosial dalam analisis sosiologi lingkungan sangat penting untuk memahami dinamika sosial dan mengelola lingkungan secara efektif demi kesejahteraan masyarakat.

Sekian lama tidak digunakan, sekarang insinerator TPS Krapyak Jaya tampak menyala mengeluarkan asap tebal


Mula-mula sosiolog UB ingin melihat Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPS) di Dusun Krapyak Jaya, Desa Krebet Senggrong. Di TPS itu, sosiolog UB berkesempatan ngobrol dengan 4 orang petugas sampah di TPS terseut, dan sekaligus menyaksikan penggunaan insinerator yang mengepul pekat.
Dari TPS Krapyak Jaya, perjalanan bergeser menuju ke TPS yang juga berada di Kali Anyar peninggalan Belanda. Tapi sepertinya tidak untuk satu desa seperti yang ada di Krapyak Jaya. TPS ini memiliki 1 kontainer yang letaknya persis di dekat swereg (pintu air saluran irigasi) di Jalan Tugu Hitam Gang 3 Desa Krebet.
Setelah itu, pelancongan diarahkan melewati gudang sampah berlangganan Pak Bambang di alan Bakalan – Banjarsari, Desa Bakalan, Kecamatan Bululawang. Namun kebetulan, gudang tersebut ditutup pagarnya.
Kemudian, perjalanan langsung diteruskan menuju desa yang ada di Kecamatan Pagak. Setibanya di pertigaan arah Dempok, kami berhenti sebentar untuk makan siang di Warung Makan Hamide, yang berada di pertigaan tersebut.

Sosiolog UB tampak sedang memotret kontainer di tepi Kali Anyar dekat swereg di Jalan Tugu Hitam Gang 3 Desa Krebet, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang.


Usai pemenuhan energi tenaga, keliling dilanjutkan menuju ke Desa Tlogorejo. Di Desa Tlogorejo, tidak ada TPS tapi geografisnya berada di perbukitan dan berada di tepian Waduk Karangkates. Komposisi kemasyarakatan ada suku Jawa dan Madura.
Di Desa Tlogorejo, kita hanya berkeliling melintasi 3 dusun yang ada di Desa Tlogoreo, dan terus melaju ke Desa Pagak. Di Desa Pagak, sosiolog UB hanya melintas, karena sudah pernah menghadiri photovoice di Ponkesdes Desa Pagak yang berada Dusun Tempuran.
Begitu melintasi Pasar Pagak, langsung menuju ke arah Puskesmas Pagak dan mengarah ke Gunung Geger yang menjadi bagian dari Desa Sumberejo. Di Desa Sumberejo, kita hanya melintas juga. Karena sosiolog UB juga pernah berkunjung ke Dusun Bekur, Desa Sumberejo.
Yang menarik dari pengalaman berkeliling dengan sosiolog UB tidak hanya fokus pada mengenal medan saja, tapi juga tercetus ide menarik yang bakal didesain oleh sosiolog UB.
Dalam dialog diperjalanan, sosiolog UB berencana melatih orang-orang untuk stay di desa selama 2 bulan di dalam keluarga yang ada di 6 desa tersebut. Pada titik ini, fasilitator NIHR ingat bacaan sewaktu mengambil Sosiologi Pembangunan, yakni Five Families: Mexican Case Studies in the Culture of Poverty karya Oscar Lewis, atau yang dialihbahasakan menjadi Kisah Lima Keluarga: Telaah-telaah Kasus Orang Meksiko dalam Kebudayaan Kemiskinan.

Tampak kontainer baru di TPS Jalan Tugu Hitam Gang 3 dekat swereg Desa Krebet


Dalam buku ini, Lewis dengan gaya etnografi yang menarik sekali membahas kehidupan bangsa Amerika Latin pada umumnya, baik dari segi antropologis, psikologis maupun sosiologis. Ia menguraikan dengan panjang lebar pengalaman hidupnya selama tinggal bersama dengan keluarga-keluarga tersebut.
Kebudayaan kemiskinan memang telah membelenggu mereka sekian lamanya, namun kemiskinan pada bangsa-bangsa modern seperti mereka adalah hal yang sangat berbeda. Kemiskinan ini menunjukkan pertentangan kelas, masalah-masalah sosial, dan perlunya perubahan. Kemiskinan menjadi suatu faktor dinamis yang mempengaruhi partisipasi dalam kebudayaan nasional yang lebih luas dan menciptakan suatu subkultur tersendiri (Lewis, 1988, Yayasan Pustaka Obor Indonesia).
Acara berkeliling EA NIHR ini selesai pada sore hari, dan fasilitator NIHR turun di Puskesmas Bululawang dengan disambut hujan yang cukup lebat, karena motornya pada waktu itu diparkir di sana. *** [170125]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo     |     Editor: Budiarto Eko Kusumo

Leave a Comment