Menghadiri Wisuda Santri di Ponpes An-Nur Al-Hidayah Krebet Senggrong sebagai Pengejawantahan CEI bagi Peneliti di EA NIHR

Di Desa Krebet Senggrong, yang menjadi salah satu enumeration area (EA) dalam penelitian NIHR Global Health Research Centre for Non Communicable Diseases and Environemtal Change (NIHR-GHRC NCDs & EC), upacara wisuda santri di Pondok Pesantren (Ponpes) An-Nur Al-Hidayah tidak hanya hanya menjadi tonggak sejarah bagi para siswa, tetapi juga merupakan refleksi mendalam dari nilai-nilai keikutsertaan dan keterlibatan masyarakat (community engagement and involvement/CEI).
Bagi fasilitator NIHR atau peneliti lapangan yang bekerja di komunitas, menghadiri upacara semacam itu dapat menjadi pintu gerbang menuju pemahaman dan hubungan yang lebih dalam dengan budaya, nilai-nilai, dan tradisi setempat.
Undangan Wisuda Tahfidzul Qur’an dari pengasuh Ponpes An-Nur Al-Hidayah Hj. Lilis Masfufah, M.Pd. yang beralamatkan di Jalan Demang Jaya I RT 09 RW 02 Desa Krebet Senggrong, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang, pada Ahad (26/01), menjadi perwujudan komunikasi timbal balik.

Kepala Desa Krebet Senggrong dengan peci, baju koko warna putih, dan sarung memasuki halaman Ponpes An-Nur Al-Hidayah Bululawang untuk menghadiri Wisuda Tahfidzul Qur’an Angkatan ke-III, pada Ahad (26/01)


Sebelumnya, Hj. Lilis Masfufah juga telah menghadiri undangan Focus Group Disccussion Pengembangan Pengelolaan Sampah dan Peningkatan Kesehatan Masyarakat di Warung Pak Untung yang diselenggarakan oleh Percik Salatiga sebagai bagian Tim Penelitian NIHR-GHRC NCDs & EC Theme 3 People Empowerment and Community, atau yang akrab disebut Tim CEI, pada Kamis (19/09/2024).
Komunikasi timbal balik seperti ini menjadi ‘roh’ dalam pengejawantahan CEI di EA NIHR bagi fasilitator NIHR selaku peneliti lapangan. Dengan berpartisipasi dalam acara-acara budaya dan pendidikan yang penting ini, peneliti menunjukkan minat yang tulus terhadap kesejahteraan dan tradisi masyarakat yang mereka pelajari.
Keterlibatan ini memelihara hubungan yang dibangun atas rasa hormat dan saling pengertian – elemen-elemen penting untuk melakukan penelitian yang bermakna dan etis. Hal ini juga mendorong berbagi pengetahuan, karena penduduk setempat mungkin lebih cenderung untuk berbagi wawasan dan perspektif dengan para peneliti yang telah menunjukkan keterlibatan aktif dalam acara-acara budaya yang penting.

Kader photovoice Desa Krebet Senggrong berbaur dengan pengasuh Ponpes An-Nur Al-Hidayah Bululawang menjadi sie among tamu dan sekaligus konsumsi


Lebih jauh lagi, menghadiri Wisuda Tahfidzul Qur’an Angkatan ke-III ini menggarisbawahi peran peneliti bukan hanya sebagai pengamat eksternal, tetapi sebagai peserta dalam kehidupan sosial bersama di desa.
Keterlibatan aktif ini membantu mendobrak hambatan antara peneliti dan masyarakat, membuka jalan bagi praktik-praktik penelitian yang lebih inklusif, kolaboratif, dan peka terhadap budaya. Para peneliti dapat belajar secara langsung tentang nilai-nilai kehidupan yang ada di EA NIHR tersebut, di mana salah satunya adalah lingkungan pesantren, yang dipercaya bagi harapan masyarakat yang lebih luas, dan bagaimana keduanya menginformasikan pembentukan identitas lokal dan kohesi masyarakat.
Menghadiri upacara Wisuda Tahfidzul Qur’an di Ponpes An-Nur Al-Hidayah Bulalawang ini menawarkan kesempatan bagi para peneliti untuk menyaksikan persimpangan yang kuat antara pendidikan, tradisi, dan kehidupan masyarakat.

Menghadiri Wisuda Santri di Ponpes An-Nur Al-Hidayah Krebet Senggrong sebagai Pengejawantahan CEI bagi Peneliti di EA NIHR
Sekitar 500 an orang hadir dalam Wisuda Tahfidzul Qur’an Angkatan ke III Tahun 2025 di Ponpes An-Nur Al-Hidayah Bululawang


Hal ini memperkuat pentingnya CEI, memberikan wawasan berharga tentang pengalaman hidup masyarakat pedesaan. Bagi mereka yang meneliti NIHR-GHRC NCDs & EC, keterlibatan tersebut mendorongnya dapat memahami aspek yang dibidik dalam penelitian tersebut menjadi mudah dan sekaligus menjadi sarana untuk membina hubungan yang tulus dan membangun landasan kepercayaan yang dapat menghasilkan hasil penelitian yang lebih berdampak dan berlandaskan budaya.
Teori Verstehen, yang diperkenalkan Max Weber (1864-1920), seorang sosiolog terkemuka Jerman, memberikan landasan bagi pemahaman mendalam tentang tindakan sosial manusia, serta dampaknya terhadap masyarakat.
Verstehen merupakan istilah dalam bahasa Jerman (Deutsche) yang berarti pemahaman atau understanding. Dengan menekankan pada pemahaman makna subjektif di balik tindakan, serta mengadopsi sikap empati terhadap perspektif individu, kita dapat memahami dinamika sosial yang kompleks dan beragam.

Fasilitator NIHR diajak berpose dengan kader photovoice dan panitia sie konsumsi saat berpamitan hendak pulang


Teori Verstehen menekankan pentingnya memahami makna di balik tindakan sosial manusia. Weber berpendapat bahwa untuk memahami tindakan seseorang, kita perlu melihat lebih dari sekadar tindakan fisik yang terlihat, tetapi juga mencari makna subjektif yang mendasari tindakan tersebut.
Meskipun teori ini pertama kali diperkenalkan pada abad ke-19, prinsip-prinsip Teori Verstehen tetap relevan dalam menghadapi tantangan sosial modern, termasuk di dalamnya untuk memahami sebuah pengelolaan manajemen sampah yang berkembang di EA NIHR tersebut.
Jadi, menghadiri Wisuda Tahfidzul Qur’an di Ponpes An-Nur Al-Hidayah Bululawang tersebut bisa dipahami sebagai pengejawantahan CEI bagi fasilitator NIHR atau peneliti lapangan di EA NIHR. Karena dalam kehadirannya di acara tersebut, fasilitator NIHR bisa berjumpa dengan kader photovoice, perangkat Desa Krebet Senggrong, tokoh agama maupun tokoh masyarakat setempat untuk lebih mengenalkan kiprah NIHR-GHRC NCDs & EC di desa tersebut, dan berkomunikasi. *** [270125]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo     |     Editor: Budiarto Eko Kusumo

Leave a Comment