Sudah keempat kalinya, dua desa di wilayah administrasi Kecamatan Bululawang – Bakalan dan Krebet Senggrong – mengikuti photovoice yang diselenggarakan oleh Yayasan Percik Salatiga (YPS) dalam kerangka penelitian NIHR Global Health Research Centre for Non-Communicable Diseases and Environmental Change (NIHR-GHRC NCDs & EC).
Photovoice adalah metodologi penelitian visual yang menempatkan kamera di tangan partisipan untuk membantu mereka mendokumentasikan, merefleksikan, dan mengomunikasikan isu-isu yang menjadi perhatian sekaligus merangsang perubahan sosial.
Suasana FGD Photovoice tahap keempat dalam persiapan akan dimulai |
Komponen utama dari photovoice adalah berbagi foto untuk memulai dialog bersama secara kritis (ada proses berbicara dan mendengarkan) yang diharapkan mampu membawa perubahan sosial di lingkungan.
Pada pertemuan keempat dalam photovoice yang nasih dalam Tahap 3 yang diadakan di Ruang Kasun Balai Desa Bakalan pada Rabu (29/05) itu, peserta yang umumnya terdiri dari para kader itu sudah mulai menentukan potret hasil jepretannya yang paling menarik menurut mereka masing-masing.
Peneliti YPS menyorotkan storytelling dengan infocus ke dinding secara satu persatu dengan presentasi dari storyteller (kader yang bercerita) |
Umummnya mereka sudah mampu dalam menuangkan cerita. Peneliti YPS dan fasilitator hanya mendorong mereka agar dalam storytelling tersebut, mengandung daya tarik, keterlibatan, dan tindakan.
Dalam bercerita, yang sampai bukan sekadar data dan informasi. Dalam bercerita ada ikatan antara pencerita dan pembaca (pendengar atau pemirsa). Ikatan emosi ini muncul karena kesamaan gelombang otak. Saat kita bercerita, pendengar/pembaca akan mengantisipasi dengan referensi di otaknya.
Fasilitator NIHR mengulas dan memberikan catatan dari sisi teknik penulisan storytelling usai storyteller mempresentasikan |
Seperti kata William Knowlton Zinsser (1922-2015), seorang penulis, editor, kritikus sastra, dan guru berkebangsaan Amerika, dalam On Writing Well: The Classic Guide to Writing Nonfiction (1976): “The only way to learn to write is to force yourself to produce a certain number of words on a regular basis” (Satu-satunya cara belajar menulis adalah dengan memaksakan diri untuk menghasilkan sejumlah kata tertentu secara teratur).
Lima orang kader dari Desa Bakalan (Sandi Cahyadi, Ana Sholicha, Indah Astutik, Lilik Nur Aini, Mahmudah) dan lima orang kader dari Desa Krebet Senggrong (Lidya Mas’udah, Nadzirotun Khasanah, Yeni Mariana, Nur Rohma, Sanik) terlihat antusias mengikuti serial photovoice hingga tahap keempat ini. Mereka berusaha membuat storytelling untuk dibahas dengan kader lainnya untuk diulas.
Peneliti YPS mengulas storytelling yang telah dipresentasikan dari sisi advokasi |
Jadi, untuk Desa Bakalan memilih satu dan kebetulan telah disepakati mereka memilih storytelling milik Sandi Cahyadi. Begitu pula halnya dengan Desa Krebet Senggrong, mereka memilih storytelling yang dibuat oleh Yeni Mariana. Umumnya yang terpilih adalah strorytelling dengan foto yang ada kepedulian warga dalam pengelolaan sampah yang terkait dengan kesehatan masyarakat.
Pertemuan yang masih dalam tahap 3 ini dimulai pada pukul 09.30 WIB itu berakhir pada pukul 11.50 WIB, dan pertemuan berikutnya diagendakan oleh mereka sendiri pada Rabu (12/06) bulan depan dengan memasuki tahap berikutnya. *** [290524]
Oleh: Budiarto Eko KusumoEditor: Budiarto Eko Kusumo