“Dalam kehidupan modern yang cair tidak ada ikatan yang permanen, dan ikatan apa pun yang kita ambil untuk sementara waktu harus diikat dengan longgar sehingga ikatan tersebut dapat dilepaskan lagi, secepat dan semudah mungkin, ketika keadaan berubah – sebagaimana yang pasti akan terjadi dalam masyarakat modern kita yang cair, berulang-ulang.” — Zygmunt Bauman
Setelah empat bulan memantau kualitas udara di Desa Karangduren, Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang, Tim NIHR Universitas Brawijaya (UB) secara resmi melakukan pelepasan lima unit PurpleAir PA-II Air Quality Sensor pada Rabu (04/06).
Sensor yang dipasang sejak Kamis (06/02) dan Rabu (19/02) telah selesai dipasang dalam rangka memonitor kualitas udara dan kini akan berpindah tempat untuk melanjutkan misi yang sama di desa lain.
Pelepasan sensor udara dimulai dari rumah Siswanti di Dusun Golek, RT 05 RW 03 pukul 09.21 WIB. Kemudian, Tim NIHR melanjutkan ke Dusun Pidek, namun karena penghuni rumah sedang terlibat dalam kegiatan Posyandu hingga siang hari, agenda pun dialihkan ke rumah Jihaning Puspitasari di Dusun Sentong, RT 05 RW 06.

Usai dari Sentong, perjalanan dilanjutkan ke rumah Sujiati Andri Astutik di Dusun Karangduren, RT 01 RW 02. Sensor berikutnya yang terpasang di rumah Rizka Febri Saputri tak dapat segera dilepas karena tuan rumah sedang membawa anaknya di sekolah.
Maka, Tim NIHR sementara berangkat ke desa tetangga, Krebet, Kecamatan Bululawang, untuk melakukan perbaikan pada sensor AirGradient Model O-1PST yang mengalami kendala koneksi di rumah Muhammad Khusnul Sajidin, atau yang akrab disapa Mat Kelang, di Dusun Bulupayung RT 40 RW 07. Di sini, Tim NIHR melakukan rekonfigurasi koneksi mengikuti pembaruan sandi Wi-Fi dari pemilik rumah.
Setelah menyelesaikan perbaikan tersebut, Tim NIHR kembali ke Desa Karangduren untuk menuntaskan pelepasan dua sensor terakhir di rumah Rizka Febri Saputri (Karangduren RT 04 RW 02) dan Alfin Andi Yanti (Dusun Pidek RT 01 RW 05).

Dengan selesainya dilepas di rumah Alfin, berarti kelima sensor PurpleAir PA-II yang telah diabdikan di Desa Karangdiren selama empat bulan, akan memberi ruang bagi desa lain untuk mendapatkan pemantauan kualitas udara.
Dari Desa Karangduren, Tim NIHR melanjutkan perjalanan ke rumah Sugiantoro (Dusun Bandarangin RT 20 RW 05, Desa Sumberejo), untuk pembaharuan perpanjangan pemasangan sensor udara AirGradient. Seluruh kegiatan rampung menjelang sore, tepat setelah waktu Ashar.
Pelepasan alat adalah fase yang wajar dalam penelitian berdasarkan pengamatan jangka waktu tertentu. Dalam konteks ini, dinamika tersebut selaras dengan pemikiran sosiolog dan filsafat Polandia-Inggris, Zygmunt Bauman (1925–2017). Bauman dalam gagasannya tentang “modernitas cair” menekankan bahwa dalam dunia yang terus berubah, tidak ada ikatan yang bersifat permanen.

“In a liquid modern life there are no permanent bonds, and any that we take up for a time must be tied loosely so that they can be untied again, as quickly and as effortlessly as possible, when circumstances change – as they surely will in our liquid modern society, over and over again,” kata Bauman. “Dalam kehidupan modern yang cair tidak ada ikatan yang permanen, dan ikatan apa pun yang kita ambil untuk sementara waktu harus diikat dengan longgar sehingga ikatan tersebut dapat dilepaskan lagi, secepat dan semudah mungkin, ketika keadaan berubah – sebagaimana yang pasti akan terjadi dalam masyarakat modern kita yang cair, berulang-ulang.”
Di dunia yang cair, mencintai berarti berani melepaskan. Begitu pula dalam pekerjaan yang memantau kualitas udara. Sensor-sensor udara ini bukan hanya alat, tetapi juga simpul sementara dari perhatian, kepedulian, dan ilmu pengetahuan yang terus bergerak mencari jawaban dari satu ruang ke ruang lainnya.
Pelepasan hari itu bukanlah akhir, melainkan bagian dari perjalanan panjang menuju udara yang lebih bersih dan hidup yang lebih baik. *** [050625]
Oleh: Budiarto Eko Kusumo | Editor: Budiarto Eko Kusumo