Jagong Maton DLH: Pengejawantahan Co-Creation dalam Penanganan Sampah di Kabupaten Malang

Dalam rangka memperingati Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) Tahun 2025, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Malang menyelenggarakan Jagong Maton dengan tema “Kolaborasi Untuk Kabupaten Malang Yang Bersih: Peran Serta Masyarakat Sebagai Kunci Kesuksesan Pengelolaan Sampah Holistik dan Komprehensif di Kabupaten Malang, pada Rabu (26/02) di TPA Wisata Edukasi Tangagung yang beralamatkan di Jalan Imam Bonjol, Dusun Rekesan, Desa Talangagung, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang.
Peserta yang diundang dalam jagong maton tersebut meliputi Ngalam Waste Bank (NWB), TPS 3R Pakisaji Maju, TPS 3R Sumedang Bersatu, TPS 3R Gadingkulon, TPS 3R Jatiguwi, TPS 3R Kedok, SMPN 2 Kepanjen, Pondok Pesantren (Ponpes) An Nashr (Sukolilo, Wajak), LPPM Universitas Negeri Malang (UM), Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Brawijaya (UB), Kepala Desa (Kades) Talangagung, Forum Kader Lingkungan (FKL) Kabupaten Malang, dan Tim NIHR (National Institute for Health and Care Research) UB.

Jagong Maton DLH: Pengejawantahan Co-Creation dalam Penanganan Sampah di Kabupaten Malang
Peserta jagong maton berpose bersama Plt. Kepala DLH Kabupaten Malang dan perwakilan dari Kedubes Denmark


Istilah “jagong maton” berakar dari bahasa Jawa yang terdiri atas kata “jagong” dan “maton”. Secara etimologis, “jagong” berarti “berkunjung” atau “bertamu”, khususnya dalam rangka menghadiri acara keluarga atau masyarakat. Kata ini sering dikaitkan dengan tradisi “jagongan”, yaitu duduk bersama sambil berbincang. Sementara itu, “maton” dalam Bausastra Jawa, Poerwadarminta, 1939, #75 (Bagian 21: P) memiliki arti “têtêp, maton, mêsthi”, yang bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti “pasti.”
Jadi, jagong maton memiliki makna duduk bersama secara santai (nongkrong atau cangkrukan) sambil membicarakan tema yang pasti alias tidak ngalor-ngidul. Maka bisa dibilang, jagong maton itu sebagai metode diskusi, karena merupakan kegiatan kelompok yang didalamnya membahas topik-topik tertentu, saling bertukar pendapat dan meghasilkan keputusan secara bersama.
DLH Kabupaten Malang terus menunjukkan komitmennya dalam mengatasi permasalahan sampah dengan pendekatan kolaboratif yang melibatkan berbagai pihak. Salah satu inisiatif yang menonjol adalah jagong maton, sebuah forum diskusi dan aksi yang menjadi wadah bagi pemerintah, komunitas, akademisi, dan masyarakat dalam menciptakan solusi bersama atau co-creation untuk pengelolaan sampah yang lebih berkelanjutan.

Perwakilan dari Kedubes Denmark yang menjadi mitra DLH Kabupaten Malang berikan pengalamannya kepada peserta jagong maton yang kebanyakan adalah pegiat-pegiat lingkungan maupun persampahan


Melalui jagong maton, berbagai perspektif dan inovasi bertemu untuk merumuskan strategi konkret, mulai dari edukasi lingkungan, optimalisasi sistem pengolahan sampah, hingga pemberdayaan ekonomi berbasis daur ulang. Program ini tidak hanya sekadar wacana, tetapi juga diimplementasikan dalam berbagai aksi nyata, seperti pengolahan sampah berbasis komunitas dan peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya pemilahan sampah dari sumbernya.
Dalam jagong maton itu, Plt. Kepala DLH Kabupaten Malang Dr. Ahmad Dzulfikar Nurrahman, S.T., M.T. atau yang akrab dipanggil Mas Afi karena masih muda dan ganteng itu, tanpa canggung berbincang santai ala cangkrukan. Sekat-sekat struktural diminimalisir sedemikian rupa agar dalam jagong maton itu mengalir apa adanya.
Dibantu oleh Kepala Bidang (Kabid) Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan DLH Nuning N.I., S.Pt., M.Agr.Sc., M.AP, suasana jagong maton terasa hidup dan memunculkan solusi-solusi yang sebelumnya belum terbayangkan.

Komunitas pengembang nutrisi organik cair terbuat dari limbah sampah bagikan pengalamannya kepada teman-teman pegiat leingkungan dan persampahan dalam jagong waton


Pegiat-pegiat persampahan dan lingkungan itu sebenarnya sudah memiliki action yang regular dan berkesinambungan termasuk membina sel-sel dalam komunitas dalam edukasi pemilahan sampah. Namun terkadang, mereka harus menghadapi kendala dalam sarana dan prasarana maupun pemasarannya.
Pegiat-pegiat tersebut umumnya telah berkarya dan berinovasi, mulai dari perkomposan, penanaman padi dengan menggunakan nutrisi organik cair hasil fermentasi sampah yang cukup berhasil.
Pegiat-pegiat tersebut meminta kepada DLH untuk memfasilitasi dalam lintas sektoral agar pengelolaan sampah tidak stagnan tapi berubah menjadi sirkular ekonomi yang nyata dalam perjalanan ke depannya.

Peserta jagong maton yang duduk di sisi barat


Pada kesempatan itu, juga terlontar perlunya corporate social responsibility (CSR). Meski telah banyak yang mendapatkannya namun terkadang pertanggungjawabannya yang sulit dilakukan oleh para pegiat tersebut, mengingat kerumitannya.
Terkait hal ini, Plt. Kepala DLH meminta penasihat Kedubes Denmark di Indonesia Dodi Setiadi yang dihadirkan dalam jagong maton ini, memberikan pengalamannya selama menjadi konsultan di DKI Jakarta dan Bali dalam pengelolaan sampah maupun kerja sama yang telah dibina dengan DLH Kabupaten Malang.
Dodi Setiadi “membocorkan” bahwa anggaran CSR umumnya 1% dari perusahaan. Di Kabupaten Malang yang memiliki sekitar 700 perusahaan, mulai dari kecil hingga multinasional sesungguhnya merupakan peluang bagi pegiat-pegiat lingkungan.

Peserta jagong maton yang duduk di sisi utara


Terlebih saat ini, jelas Dodi, perusahaan memerlukan brand peduli lingkungan, sehingga terbuka lebar. Hanya saja, perusahaan-perusahaan juga memiliki pertimbangan dalam memberikan CSR kepada pegiat-pegiat lingkungan. Mereka umumnya juga telah berubah paradigmanya. “Berbasis charity harus berubah menjadi community development,” jelas Dodi.
Oleh karena itu, Dodi berharap kepada pegiat-pegiat lingkungan dan persampahan di Kabupaten Malang untuk membuat digital platform. Dengan adanya platform tersebut, akan adanya transparasi aktivitas dan penggunaan CSR maupun outcome berupa penerima manfaatnya.
Tidak berhenti di situ saja, perusahaan-perusaahan tersebut umumnya menghendaki adanya aggregator (Yayasan atau Badan Hukum lainnya) yang menjembatani Pemerintah Kabupaten maupun pelaku, seperti pegiat-pegiat lingkungan maupun persampahan yang hadir di sini.

Peserta jagon maton yang duduk di sisi selatan


DLH pun diminta perannya selain mewujudkan digital platform mengenai database pegiat lingkungan, juga membantu menjembatani kolaborasi lintas sektoral dengan Dinas Perikanan maupun Pertanian menyangkut produk-produk hasil 3R (Reduce, Reuse, Recycle) tersebut, dan ini juga diamini oleh mantan Kabid Pengelolaan Sampah dan LB 3 DLH Ir. Renung Rubiyatadji, M.M. yang dikenal sebagai penggagas jagong maton DLH ini.
Jagong maton ini bertujuan untuk mempererat silaturahmi. Terkait HPSN ini, DLH Kabupaten Malang ingin menyampaikan roadmap dan perlu partisipasii dari masyarakat atau stakeholder. Dengan semangat kreasi bersama (co-creation) dari hulu hingga hilir, jagong maton telah menjadi katalisator perubahan dalam pengelolaan sampah di Kabupaten Malang, menciptakan ekosistem yang lebih bersih dan lestari melalui sinergi antara berbagai elemen masyarakat menuju Indonesia Bersih. *** [270225]

Leave a Comment