Uji Coba Aplikasi SMARThealth NIHR Untuk Dokter Dilakukan Di Klinik Kauman Husada Pakisaji

Setelah sehari sebelumnya, Tim Peneliti NIHR Global Health Research Centre for Non-Communicable Diseases and Environmental Change (NIHR-GHRC NCDs & EC) Universitas Brawijaya (UB) melakukan uji coba aplikasi SMARThealth NIHR bersama kader kesehatan Kepanjen di Balai RW 01.
Esok harinya di hari Sabtu (22/02), giliran Tim Peneliti mengujicobakan aplikasi SMARThealth untuk dokter di Klinik Kauman Husda Pakisaji yang beralamatkan di Jalan Raya Pakisaji No. 136 RT 09 RW 02 Desa Pakisaji, Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang.
Perlu diketahui, dalam penelitian NIHR-GHRC NCDs & EC ada 2 user dalam Theme 1: Primary Healthcare Strengthening, yaitu kader kesehatan terlatih (kader SMARThealth) dan dokter. Keduanya terkoneksi dalam jaringan dan algoritmanya.

Uji Coba Aplikasi SMARThealth NIHR Untuk Dokter Dilakukan Di Klinik Kauman Husada Pakisaji
Tim Peneliti dan Panitia berpose bersama dengan tamu dari India


SMARThealth NIHR memungkinkan kader SMARThealth untuk mengumpulkan informasi pasien yang disetujui untuk keperluan skrining dan perawatan kesehatan serta memproses informasi ini berdasarkan algoritma yang ada di dalam aplikasi tersebut.
Aplikasi tersebut kemudian mengunggah informasi ini untuk ditinjau oleh dokter yang menggunakan OpenMRS – platform sistem rekam medis elektronik sumber terbuka yang aman dan dikembangkan oleh komunitas. Kader SMARThealth dapat membuat rujukan elektronik ke dokter Puskesmas, dan dokter dapat memberi tahu petugas kesehatan melalui tabletnya tentang diagnosis dan rencana penanganan.
Sehingga, aplikasi SMARThealth NIHR berbasis Android versi 13 ini bukannya hanya dipahami sebagai alat penginput data hasil skrining faktor risiko penyakit tidak menular (PTM) saja melainkan juga mengembangkan sistem pendukung keputusan klinis (clinical decision support systems) untuk memfasilitasi Penilaian Rujukan Sistematis dan Pengobatan (Systematic Appraisal Referral and Treatment/SMART).
Diterapkan pada perangkat digital genggam atau smartphone, SMARThealth NIHR menggunakan algoritma dan pedoman berbasis bukti untuk membantu kader SMARThealth (kader kesehatan terlatih) menilai risiko penyakit kronis bagi orang-orang di komunitas mereka dengan dipandu algoritma aplikasi tersebut. Orang-orang yang diidentifikasi membutuhkan perawatan lebih lanjut kemudian dirujuk melalui platform untuk ditindaklanjuti oleh dokter.

Posisi pemeriksaan spirometri terhadap pasien dari Kepanjen. Ibarat sholat, posisinya dari takbiratul ihram hingga rukuk dalam meniup


Seperti yang dilakukan dalam uji coba aplikasi dokter ini di Klinik Kauman Husada Pakisaji. Lima pasien yang terindikasi memiliki faktor risiko tinggi (highrisk) dari hasil skrining kader SMARThealth dengan menggunakan aplikasi SMARThealth NIHR sehari sebelumnya, kemudian dirujuk ke klinik tersebut untuk mendapatkan pemeriksaan dari dokter.
Lima pasien berisiko tinggi ini, semuanya laki-laki. Kelima pasien yang berpartisipasi dalam uji coba aplikasi SMARThealth NIHR milik dokter dan sekaligus pemeriksaan lanjutan ini, datang dari Desa Pagelaran, Desa Curungrejo, dan yang tiga pasien berasal dari Kelurahan Kepanjen.
Selain 5 pasien, tampak hadir kader SMARThealth Kelurahan Kepanjen Agustin Shintowati yang bertugas mendampingi pasiennya ikut uji coba aplikasi dokter dan pemeriksaan, dan juga Panitia dan Tim Peneliti yang meliputi dr. Holipah, Ph.D; dr. Harun Al Rasyid, M.P.H.; dr. Fitri Indah Sari, Sp.P; Serius Miliyani Dwi Putri, SKM, M.Ked.Trop; Meutia Fildzah Sharfina, SKM, MPH; Sabriansyah Rizqika Akbar, S.T., M.Eng., Ph.D, Dwi Sari Puspaningtyas, MSPH; Fildzah Cindra Yunita, S.Kep., MPH; Hilda Irawati, S.Stat.; dan saya yang membantu memfasilitasi pasien dalam pemeriksaan tersebut.
Sementara itu, uji coba ini juga dihadiri oleh 2 orang tamu dari India, yaitu Sridevi Gara (DevOps Engineer) dan Dr. Tripura Batchu (Physician & Public Health Professional) dari The George Institute for Global Health – yang turut menyaksikan secara langsung jalannya uji coba aplikasi dokter. Selain itu, sebuah kerhormatan juga dengan hadirnya dr. Hikmawan Wahyu Sulistomo, Ph.D (Ketua Departemen Kedokteran UB) dalam acara uji coba ini.

Dokter di Klinik Kauman Husada Pakisaji menjajal aplikasi SMARThealth NIHR kepada pasien


Dalam uji coba aplikasi dokter ini, dimotori oleh dr. Fitri dan dibantu oleh dr. Agung Tri Dodi dari Klinik Kauman Husada serta 2 PPDS Paru, yaitu dr. Saidah Mafisah dan dr. Peter Krisdiyanto. Dr. Fitri dan dr. Agung mencoba aplikasi dokter, dan pemeriksaan ditangani oleh kedua PPDS Paru tersebut.
Pemeriksaan pada uji coba itu meliputi spirometri, nebulasi, dan oksimetri nadi. Mula-mula pasien dipanggil untuk masuk ke ruang pemeriksaan. Ada 2 ruang yang dipakai dalam uji coba ini, yaitu pojok laktasi yang ada di lantai 1 dan ruang dengan tangga di lantai 2. Alat yang digunakan dalam pemeriksaan trsebut adalah Spirometer, Spirolab New MIR (Medical International Research) produksi ENDO, GEA Nebulizer Mask yang alatnya menggunakan milik Klinik Kauman Husada, dan oksimeter.
Begitu pasien masuk ruangan, PPDS Paru akan memeriksa dengan spirometri. Spirometri adalah jenis tes fungsi paru-paru. Tes ini menentukan seberapa baik paru-paru Anda bekerja dengan mengukur seberapa banyak udara yang masuk dan keluar dari paru-paru saat Anda bernapas. Spirometri aman, meskipun Anda mungkin merasa pusing atau pening akibat menarik napas dalam-dalam berulang kali. Penyedia layanan kesehatan akan menghubungi Anda beberapa hari setelah tes untuk menyampaikan hasil tes.
Usai spirometri yang pertama, pasien biasanya diukur dengan oksimetri. Oksimetri adalah alat medis yang digunakan untuk memantau tingkat oksigen dalah darah pasien. Caranya dengan dijepitkan pada salah satu jari pasien.

PPDS Paru melakukan nebulasi terhadap pasien yang memiliki faktor risiko PPOK


Selesai oksimetri, pasien mendapatkan layanan pemeriksaan nebulasi dengan menggunakan nebulizer. Nebulizer adalah alat yang mengubah obat cair menjadi uap untuk dihirup, umumnya digunakan untuk meredakan gangguan pernapasan, atau melebarkan saluran pernapasan pasien.
Pemeriksaan bagi pasien yang terindikasi memiliki faktor risiko dalam Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) memerlukan waktu lebih dari 1 jam. Karena ada pengulangan spirometri. Spirometri ini dilakukan 2 sesi, sebelum nebulasi dan sesudah nebulasi.
Uji coba yang meliputi penggunaan aplikasi dokter dan pemeriksaan ini, dimulai pada pukul 09.40 WIB dan berakhir pada pukul 12.55 WIB dengan disambut hujan lebat dan berangin. Sehingga, menyebabkan di depan Klinik Kauman Husada digenangi air yang agak menyulitkan Tim Peneliti untuk masuk ke mobil saat akan pulang.
Dari hasil uji coba tersebut, menurut fasilitator dan dokter yang mengaplikasikannya ditemui sejumlah kendala, di antaranya bila kader salah input, maka dokter akan mengalami kesulitan untuk melakukan input data pasiennya yang menyebabkan rekomendasi menjadi terkunci. Selain itu, juga dirasakan ketika memulai masuk aplikasi dokter sedikit agak lemot. *** [280225]

Leave a Comment