“Four Wheels Move the Body, Two Wheels Move the Soul.” — Lani Lynn Vale
Pagi menjelang siang itu di hari Rabu (08/10), usai dari Puskesmas Pakisaji langsung meluncur ke Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Malang untuk melihat perjalanan surat izin penelitian yang diajukan oleh Prof. Dr. Sujarwoto, S.IP, M.Si, MPA.
Namun di tengah perjalanan, bannya sobek besar. Mengingat bannya sudah tipis luarnya, dan penuh tambalan di dalamnya. Akhirnya, sepeda motor Honda REVO itu dibawa ke Planet Ban yang beralamatkan di Jalan Ahmad Yani No. 53, Kelurahan Kepanjen, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang.
Hari itu menjadi momen penting. Sang motor tua – inventaris program SMARThealth Extend hingga NIHR Global Health Research Centre for Non-Communicable Disease and Environmental Change (NIHR-GHRC NCDs & EC) – harus ganti ban luar dalam setelah 9 tahun mengaspal di enumeration area (EA) di kabupaten Malang.

Ya, setelah menemani ribuan kilometer perjalanan lintas desa, saatnya dia mendapatkan perawatan layak – karena meskipun tampilan boleh jadul, tapi … ban ne anyar rek!
Planet Ban, jaringan toko ritel modern yang berdiri sejak 2011, menjadi saksi bisu upgrade kecil namun berarti ini. Dengan lebih dari 1.000 toko di seluruh Indonesia, Planet Ban menyediakan beragam pilihan ban motor dari berbagai merek terkemuka.
Di tempat ini, bukan hanya kebutuhan teknis yang terpenuhi, tetapi juga filosofi keselamatan dan performa dikedepankan. Karena ban, sejatinya, adalah satu-satunya penghubung antara kendaraan dan jalan – penentu cengkeraman, keseimbangan, dan tentu saja, keselamatan.

Motor ini bukan sembarang kendaraan. Ia adalah rekan seperjalanan bagi seorang Field Facilitator dalam menjalankan misi-misi besar: mulai dari SMARThealth Extend hingga NIHR-GHRC NCDs & EC. Melewati jalanan terjal, berbatu, licin saat hujan, atau menanjak tajam di pelosok Malang, motor ini tetap setia. Kata pengendaranya, “Kalau bisa sambat, mungkin sudah dari dulu akan sambat.” Tapi motor itu jarang rewel. Tangguh. Setia.
“Sepeda motor adalah puisi gerak,” kata seorang anonim (anonymous) yang hobi menjelajah. Bagi Field Facilitator ini, motor tua bukan hanya kendaraan. Ia adalah teman seperjuangan – setiap goresan di bodinya adalah cerita tentang dedikasi, setiap bunyi knalpotnya adalah ritme dari perjuangan pemberdayaan masyarakat (community empowerment).
Ia telah melintasi pagi-pagi dingin, menyusuri jalan desa demi jalan desa, hingga larut malam selepas rapat. Bahkan saat jalanan berlumpur dan tak bisa dilalui kendaraan lain, motor itu tetap melaju. Tak kenal lelah.

Kini, saat bannya diganti, ada harapan baru di setiap putaran rodanya. Bahwa perjalanan belum usai. Bahwa setiap perawatan adalah bentuk apresiasi – bukan hanya pada mesin, tapi pada semangat di baliknya. Sepeda motor itu telah menjadi simbol dari ketangguhan, keikhlasan, dan visi perubahan yang tak pernah padam.
Kita sering lupa, bahwa bukan hanya pengemudi yang punya cerita. Kendaraannya pun menyimpan kisah yang tak kalah menyentuh. Sebagaimana ungkapan Lani Lynn Vale, seorang penulis novel roman suspense humoris asal Amerika:
“Empat roda menggerakkan tubuh, dua roda menggerakkan jiwa.”
Dan motor ini, telah menyentuh jiwa siapa saja yang pernah bersamanya – di setiap tikungan, tanjakan, dan persinggahan. Karena yang klasik bukan berarti usang. Dan yang sederhana bukan berarti tak berharga. Selama masih bisa menggerakkan jiwa dan menempuh jalan kebaikan – maka ia layak diperjuangkan. Motor boleh jadul, tapi … ban ne anyar rek! *** [091025]
Oleh: Budiarto Eko Kusumo | Editor: Budiarto Eko Kusumo