“Plastic recycling is not just about waste management; it’s about resource management.” — European Environment Agency
Ahad (14/09) pagi yang cerah menyambut langkah awal penuh harapan di Dusun Banjarsari 1 RT 01 RW 07, Desa Bakalan, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang. Di hari yang secerah semangat para penggerak lingkungan, Bakalan Waste Bank (BWB) menggelar Tasyakuran Buka Giling Perdana, menandai dimulainya pengoperasian mesin pencacah limbah plastik bantuan dari National Institute for Health and Care Research (NIHR) Universitas Brawijaya (UB). Sebuah momentum yang tidak hanya bermakna teknis, tapi juga simbolik: titik tolak menuju kemandirian dan kebermanfaatan ekonomi serta lingkungan.
Acara dimulai tepat pukul 08.42 WIB di home base BWB yang sederhana namun penuh semangat gotong royong. Hadir dalam acara tersebut berbagai elemen penting masyarakat: Kepala Desa Syamsul Arifin beserta perangkatnya, Ketua BPD dan anggota, Tim NIHR UB, aktivis lingkungan Ahmad Yani, serta tokoh-tokoh masyarakat seperti Ketua LPMD, Ketua Bumdes, pengurus PKK, Ketua Karang Taruna, Ketua RT 01 RW 07, tenaga kesehatan Ponkesdes, Ketua Kader Kesehatan, hingga para tetangga sekitar yang menjadi saksi tumbuhnya gerakan daur ulang berbasis masyarakat ini.

Acara dibuka oleh Master of Ceremony (MC) Abdul Hamid, Maswo Dusun Banjarsari 1, yang memandu jalannya kegiatan dengan hangat dan khidmat, dilanjutkan dengan pembacaan doa sebagai bentuk permohonan kelancaran dan keselamatan bagi usaha baru ini.
Ketua BWB, Arif Teguh Riyanto, dalam sambutannya mengungkapkan rasa syukur yang mendalam kepada NIHR UB. “Kami sangat berterima kasih atas segala bantuan dan pendampingan yang diberikan. Mesin ini bukan hanya alat, tapi simbol kepercayaan dan dorongan bagi kami untuk terus melangkah maju,” tuturnya.
Sambutan dilanjutkan oleh Kepala Desa (Kades) Bakalan, Syamsul Arifin, yang menyampaikan harapan besar terhadap keberlangsungan program ini. “Mesin ini bantuan luar biasa, tapi yang terpenting adalah kekompakan dan keterbukaan para pengurus. Jangan ada yang ditutup-tutupi,” pesannya lugas namun bersahabat, menggarisbawahi pentingnya transparansi dalam pengelolaan organisasi komunitas.

Ahmad Yani, mewakili NIHR UB, menambahkan bahwa tujuan dari bantuan mesin ini bukan sekadar mendaur ulang sampah, tapi mengubah perilaku dan budaya masyarakat dalam mengelola limbah. “Sebagian hasilnya nanti juga harus disisihkan untuk pengembangan. BWB ini potensial untuk menjadi wisata edukasi lingkungan,” ujarnya, menguatkan semangat bahwa daur ulang bukan sekadar urusan teknis, tetapi juga pendidikan dan transformasi sosial.
Doa penutup dipimpin oleh Nur Musain sebelum prosesi simbolis paling ditunggu dimulai: gunting pita yang dilakukan bersama oleh Kades Bakalan dan Ahmad Yani, sebagai penanda dimulainya operasional mesin. Disaksikan oleh semua tamu yang hadir, tiga mesin bantuan NIHR UB diperkenalkan – mesin pencacah plastik berdaya 5000 watt, mesin pengering 3000 watt, dan mesin pellet untuk pakan lele yang akan menjadi lini baru pengembangan usaha BWB.
Prosesi pencacahan pun langsung diperlihatkan kepada publik. Kades Bakalan, Ahmad Yani, dan Ketua BWB melihat langsung kinerja mesin didampingi oleh Fery Ferdiansyah selaku Manajer Produksi dan Operator, dengan disaskiskan juga oleh Fasilitator NIHR UB. Alur kerja yang ditampilkan menjadi titik awal pembuktian bahwa BWB siap melangkah lebih jauh.

Setelah rangkaian acara formal selesai, para tamu menikmati suasana akrab dalam ramah tamah yang diselingi makan bersama secara prasmanan, sebelum akhirnya acara ditutup pada pukul 11.10 WIB.
Yang menarik dan patut dicatat dari rangkaian acara ini adalah penekanan Kades Syamsul Arifin mengenai pentingnya kekompakan pengurus dan keterbukaan dalam mengelola BWB. Ujarannya sejalan dengan pernyataan dari European Environment Agency (EEA):
“Daur ulang plastik bukan hanya tentang pengelolaan sampah; ini tentang pengelolaan sumber daya.”
Pernyataan EEA ini memperluas perspektif kita bahwa upaya daur ulang plastik bukan semata soal membersihkan lingkungan dari limbah, tetapi bagaimana sebuah komunitas mengelola potensi yang sebelumnya dianggap sisa menjadi sumber daya baru – sumber daya ekonomi, sosial, bahkan edukatif.

Oleh karena itu, keterbukaan, transparansi, dan kekompakan bukan hanya nilai moral, tetapi strategi krusial dalam mewujudkan kemandirian dan keberlanjutan pengelolaan sumber daya berbasis komunitas.
Bakalan Waste Bank (BWB) kini telah memulai langkah barunya. Dengan dukungan dari berbagai pihak dan semangat gotong royong warga, inisiatif ini bukan mustahil menjadi model pengelolaan limbah yang inspiratif, tidak hanya untuk Desa Bakalan, tetapi juga bagi desa-desa lain di Indonesia yang tengah mencari solusi nyata atas persoalan sampah dan kesejahteraan masyarakat. “Be Thankful And Appreciate The Little Things In Life Because They All Add Up.” *** [140925]
Oleh: Budiarto Eko Kusumo | Editor: Budiarto Eko Kusumo