Setelah 13 hari pemasangan alat sensor kualitas udara, baru hari ini, Rabu (19/02), pemasangan lanjutan sisanya bisa diimplementasikan. Mengingat, kesibukan tim teknisinya maupun fasilitator pendampingnya.
Pada Kamis (06/02), personil Fisika Universitas Brawijaya (UB) yang tergabung dalam Tim Peneliti NIHR-Global Health Research Centre for Non-Communicable Diseases and Environmental Change (NIHR-GHRC NCDs & EC) UB telah memasang 3 alat sensor kualitas udara atau PurpleAir PA – II Air Quality Sensor di Dusun Pidek, Golek, dan Karangduren di wilayah administratif Desa Karangduren, Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang.

Lalu, hari ini, Tim Teknisi dari Fisika – Yahya Efendi, Azarine Aisyah Widhowati, S.Si, dan Maria Pramundhitya Wisnu Wardhani, S.Si tinggal memasang sisanya sebanyak 2 alat. Selain itu, terlihat Hilda Irawati, S.Stat, staf NIHR yang bertanggungjawab dalam administrasi perjanjian dengan pemilik rumahnya, dan fasilitator NIHR yang memandu jalannya pemasangan ini. Kedua alat tersebut ditempatkan di Dusun Sentong, dan Dusun Karangduren yang berbatasan dengan Desa Wonokerso.
Dengan cekatan, seorang teknisi muda ganteng nan terampil bernama Yahya Efendi ini naik turun tangga, memastikan setiap alat bisa terpasang dengan sempurna. Kendati masih mahasiswa performance kerja telah terpancar.

Berbalut kaos lengan panjang warna putih, celana training dan kacamata hitam untuk menahan pantulan sinar mentari, ia membawa seperangkat peralatan – obeng, tang, dan kabel – yang tersusun rapi di box peralatan sebelum digunakan. Terkadang keringat membasahi pelipisnya, namun teknisi berbadan tegap dan humoris itu tetap fokus memasang sensor kualitas udara di dua dusun yang berada di Desa Karangduren.
Satu per satu, PurpleAir PA – II Air Quality Sensor terpasang di titik-titik strategis. Setiap selesai instalasi, teknisi Yahya terus mengeluarkan tabletnya. Dengan jemari yang cekatan, ia mulai menghubungkan perangkat dengan server NIHR yang berada di UB dengan dibantu Azarine dan Maria.
Sesekali saat mengecek jaringan, terkadang menjumpai kendala dalam memastikan koneksinya. Butuh beberapa saat, namun akhirnya, indikator hijau menyala di layar – sensor telah terhubung, siap mengirimkan data secara real-time, mengingat alat ini berbasis wi-fi.

Desa Karangduren dikenal dengan hamparan sawah yang hijau dan suasana pedesaan yang asri. Namun, di balik keindahan itu, ancaman polusi udara mulai mengintai. Aktivitas industri di sekitar wilayah tersebut, pembakaran sampah, serta meningkatnya jumlah kendaraan bermotor menjadi faktor utama yang memengaruhi kualitas udara.
Pemasangan alat sensor kualitas udara menjadi langkah krusial untuk memahami kondisi lingkungan secara real-time. Dengan sensor ini, akan tercatat data akurat tentang tingkat polutan di udara, sehingga langkah-langkah prventif dapat segera diambil.
Selain itu, sensor ini juga dapat membantu meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan dan mengurangi sumber pencemaran. Karena bagaimanapun juga udara kotor adalah ancaman senyap.

Polusi udara bukan hanya menyebabkan gangguan pernapasan akut, tetapi juga berkontribusi besar terhadap meningkatnya kasus penyakit tidak menular (PTM) seperti stroke, kanker paru-paru, penyakit jantung, hingga diabetes.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat bahwa paparan jangka panjang terhadap polusi udara dapat memicu peradangan kronis dalam tubuh, merusak pembuluh darah, serta meningkatkan risiko penyakit degeneratif. Partikel halus (PM2.5) yang tak kasat mata dapat masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan dampak kesehatan jangka panjang. Sayangnya, banyak orang masih mengabaikan bahaya ini, karena efeknya sering kali tidak langsung terasa. *** [190225]
Oleh: Budiarto Eko Kusumo | Editor: Budiarto Eko Kusumo