Kamis (30/05) malam di Warung Taker Wareg yang berada di Jalan Selecta, Dusun Kekep, Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, terasa ademe njekut (dingin sekali) karena kabut pegunungan mulai turun.
Namun udara yang dingin sekali itu tak mengurangi antusias komunitas yang tertarik soal sampah berkumpul di Warung Taker Wareg dalam rangka srawung bareng nobar soal sampah. Srawung merupakan kata dari bahasa Jawa yang memiliki makna sebagai suatu interaksi, pergaulan, atau sosialisasi kepada seseorang atau sekelompok masyarakat.
Sedangkan, nobar singkatan dari nonton bareng. Yang di dalamnya berisi penayangan film “Rasan Rasan Sampah, Recycling is Colonialsm: Unpacking Imported Plastic Waste in Pagak Malang, dan Sampah Inspirasi. Acara ini merupakan hasil kolaborasi dari Southeast Asia Neighborhoods Network (SEANNET), FISIP Universitas Brawijaya (FISIP UB), Inside Songgoriti, dan Perkumpulan Peneliti Eutenika.
Opening speech dari Ketua Penyelenggara |
Acara srawung bareng nobar ini dimulai pada pukul 19.04 WIB yang diawali dengan ucapan selamat datang dari pembawa acara Bella. Kemudian dilanjutkan dengan opening speech dari Dr. phil. Anton Novenanto, S.Sos., MA, seorang sosiolog budaya dengan pelatihan formal di bidang antropologi dan sosiologi serta seorang aktivis yang berpengalaman dalam isu hak asasi manusia dan lingkungan dari FISIP UB.
Dalam opening speech, Anton Novenanto atau yang beken dengan panggilan Nino itu mengatakan bahwa telah ada 14 kampung jaringan, yang salah satu di antaranya ada di Songgoriti, Batu, dengan ide kampung wisata.
Tim Penelitian NIHR duduk lesehan di sisi utara tanah lapang Sekolah Alam Sobyor |
Hal ini juga ditegaskan ulang oleh tuan rumah Luhur Suseno, pendiri Warung Taker Wareg dan sekaligus Sekolah Alam Sobyor yang berada di halaman belakang Warung Taker Wareg. “Kenaikan pamor wisata memiliki konsekuensi sampah,” kata Luhur Susesno. “Kalau kita menjaga alam, alam akan menjaga kita.”
Usai sambutan dari Luhur Suseno gerimis pun turun lagi. Mula-mula acara penanyangan film dan diskusi interaktif ini digelar tanah lapang belakang Warung Taker Wareg seperti nobar (nonton bareng) misbar (germis bubar).
Suasana nobar misbar di malam yang dingin |
Didahului dengan presentasi singkat dari Pratama Yudha Pradeksa, terus disambung dengan cerita pengalaman dari Kadek Purwantoro, kemudian cerita dari Siti Yuliakah, Cak Met dari Sabers Pungli dan Bayu dari Tirta Jasa Danau Toba, Sumatera Utara.
Presentasi dan cerita-cerita mereka menjadi bahan pemantik untuk berdiskusi bagi komunitas yang hadir dalam srawung bareng nobar soal sampah. Dipandu oleh Bella, diskusi interaktif pun bermunculan dengan sharing pengalaman dan pengetahuan.
Warung Taker Wareg di Kota Batu |
Pegiat Bank Sampah umumnya mengurusi limbah sampah yang mempunyai nilai ekonomis dan tidak ribet. Artinya, mereka mengajarkan memilah sampah yang memiliki nilai ekonomis, seperti sampah botol plastik, dan lain-lain. Sementara itu, pegiat Sabers Pungli lebih kepada menjaga lingkungan alam di sekitarnya, sehingga pegiat Sabers Pungli mengedepankan “stop sungai sebagai tong sampah.”
“Kita tidak melihat nilai jual sampah tapi lingkungan harus bersih,” tegas pegiat Sabers Pungli Cak Met.
Persoalan sampah, lanjut Cak Met, karena tidak ada regulasi yang jelas. Edukasi sering terhambat karena ada outsourcing yang menawarkan bayar 20 ribu per bulan, sampah akan diambil secara rutin. “Ini mengakibatkan ihwal industrialisasi sampah,” katanya. “Alam kita sedang tidak baik-baik saja.”
Suasana srawung bareng nobar soal sampah di Warung Taker Wareg Batu |
Acara srawung bareng nobar soal sampah ini sangat baik. Film pada dasarnya terbentuk dari dua unsur penting, yaitu visual (gambar) dan audio (suara) yang saling melengkapi. Christian Metz (1931-1993) adalah salah satu tokoh penggagas semiotika film dari Prancis. Perhatian utama semiotika film adalah proses makna mulai muncul dan tersampaikan melalui unsur denotatif dalam film.
Kata Metz, “Film menempati tempat yang dominan di masyarakat dan karena film merupakan media yang populer, maka film harus dikaji secara serius. Jika pelajar film mengadopsi pendekatan yang serius, bertanggung jawab dan kritis terhadap film, maka studi film menjadi sama pentingnya dengan jenis studi lainnya” (Rudy et. al., 2020)
Diskusi dengan pembuat film |
Sehingga, konten edukatif dalam penayangan film soal sampah ini sangat bermanfaat dalam menggambarkan kondisi persampahan dalam suatu daerah, region, atau negara. Dapat dikatakan bahwa banyak sineas juga menunjukkan kepeduliannya terhadap persoalan sampah yang senantiasa hadir dalam kehidupan umat manusia. Mereka ingin orang-orang melihat bahwa mereka juga dapat mengedukasi audiens melalui hasil filmnya tersebut.
Acara srawung bareng nobar soal sampah berakhir pada pukul 21.52 WIB dengan closing statement dari Nino dan sekaligus memberikan wawasan akan gambaran pengelolaan sampah yang ada di suatu daerah serta hasil yang dipetik untuk menjadikan pengelolaan sampah menjadi lebih baik. Karena bagaimana pun juga, kata Gina McCarthy, Administrator Badan Perlindungan Lingkungan AS, “At its core, the issue of a clean environment is a matter of public health” (Pada intinya, persoalan lingkungan yang bersih adalah persoalan kesehatan masyarakat). *** [310524]
Oleh: Budiarto Eko KusumoEditor: Budiarto Eko Kusumo