Tinjauan Lapangan Tim Peneliti PPSP UB ke Desa Sumberejo

Tim Peneliti Polusi Pembakaran Sampah Plastik (PPSP) Universitas Brawijaya (UB) melakukan tinjauan lapangan ke Dusun Bekur, Desa Sumberejo, Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang, pada Kamis (16/02/2023).

Tinjauan lapangan ini dalam rangka melihat dari dekat aktivitas masyarakat di sana yang sudah belasan tahun memanfaatkan limbah plastik buangan pabrik kertas sebagai bahan bakar tungku mengolah batu gamping.

Diskusi sesaat dengan perawat Desa Sumberejo di rumah mertua staf Keswa Dinkes yang lokasinya tak jauh dari tobong gamping

Dalam mobil warna putih, Tim Peneliti yang terdiri dari Sujarwoto, S.IP, M.Si, MPA, Ph.D bersama Eko, seorang mahasiswa S3 Fisika UB, didampingi oleh 3 orang dari Seksi PTM dan Keswa Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Malang (Paulus Gatot Kusrhayanto, SKM; Imam Ghozali, S.Kep.Ners; dan Candra Hernawan, S.Kom), dan seorang Tim SMARThealth UB.

Tinjauan lapangan ini merupakan bagian dari tahapan identifying & implementing solutions to reduce the impact of plastics burning on NCDs in Indonesia (mengidentifikasi dan menerapkan solusi untuk mengurangi dampak pembakaran plastik terhadap penyakit tidak menular (PTM) di Indonesia).

Penelitian ini merupakan kerjasama UB dengan National Health Institute for Health and Care Research (NIHR) Global Health Research Centre on Non-Communicable Diseases (NCDs) and Enviromental Change, UK.

Suasana Dusun Beruk, Desa Sumberejo. Kiri kanan jalan terlihat tumpukan limbah plastik sebagai penopang ekonomi masyarakat

Rombongan peneliti PPSP UB tiba di Kantor Dinkes sekitar pukul 12.20 WIB dan terus berangkat bersama. Dalam perjalanan menuju Desa Sumberejo, rombongan singgah sebentar ke Warung Nayamul yang berada di Jalan Trunojoyo No. 4 Dusun Ngadiluwih, Desa Kedungpedaringan, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang.

Usai singgah langsung berangkat menuju ke lokasi. Ketika menyusuri Jalan Kampung Baru yang berada di Dusun Bendo, Desa Sumberejo, terlihat pemandangan khas berupa tumpukan sampah plastik di kiri kanan jalan.

Sekelompok masyarakat di wilayah tersebut memilih mengais rupiah dengan cara bekerja sebagai pemilah sampah buangan pabrik kertas. Mereka memilah serpihan plastik dan kertas. Seluruh limbah itu bukan didapat dari rumah tangga atau industri biasa. Tetapi sampah impor sisa produksi perusahaan.

Asap mengepul hitam pekat dari tobong gamping dekat Lapangan Bekur

Setelah mereka pilah, limbah kardus/karton dan kertasnya mereka jual kembali ke pabrik kertas yang berjarak sekitar 2 km itu. Sedangkan limbah sisanya yang umumnya terdiri dari plastik, biasanya dibeli oleh usaha pembuatan gamping di desanya maupun desa tetangga seharga Rp 25 ribu, untuk bahan bakar pembuatan gamping.

Kata masyarakat di sekitar pembakaran gamping, menceritakan bahwa dahulu bahan bakar gamping biasa menggunakan kayu maupun ban karet bekas. Tapi kedua bahan baku itu lebih sulit didapat. Sedangkan sampah plastik lebih mudah dan harganya lebih terjangkau.

“Butuh 2 malam 3 hari untuk bakar gamping. Itu bisa memproduksi 12 ton batu gamping,” ucap salah seorang pekerja yang sedang membakar gamping di dekat Lapangan Bekur. “Lamanya pembakaran itu setara dengan delapan truk sampah plastik kering.”

Seorang pekerja sedang memasukkan limbah plastik ke dalam tungku pembakaran gamping secara bergantian selama 2 malam 3 hari

Setelah beberapa saat berdialog dengan warga Dusun Beruk itu, rombongan peneliti PPSP singgah sebentar di rumah mertua salah seorang staf Keswa, Imam Ghozali, S.Kep.Ners, yang jaraknya sekitar 300 meter dari pembakaran gamping tersebut.

Setelah diskusi sesaat, rombongan peneliti PPSP berpamitan dan langsung meluncur menuju ke Kantor Dinkes untuk menurunkan 3 orang dari Seksi PTM dan Keswa serta seorang Tim SMARThealth UB yang kebetulan pagi tadi berdiskusi tentang karakteristik desa yang nantinya akan digunakan untuk penelitian perihal kesehatan jiwa, khususnya menyangkut depresi dan kecemasan. *** [160223]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Leave a Comment